Sansivera bukan hanya Lidah Mertua dan Kuku Bima saja

Khalayak pecinta tanaman hias menganggap tanaman jenis sansivera hanyalah “lidah mertua” dan “kuku bima” saja. Dengan ciri-ciri tanaman menjulur ke atas tinggi dan tumbuh memenuhi pot; tempat akarnya menjadi zat hara yang ada di dalamnya.

“Ah, itu hanya salah satu spesi (spesies) yang diberi nama oleh pedagangnya. Sansivera yang sering disebut lidah mertua itu masuk ke jenis Trifasciata sp. dan kuku bima itu masuk di jenis Banana sp. Daripada itu, sansivera punya banyak jenis dan berbagai bentuk yang tidak kalah unik dan membuat pecinta sansivera itu ingin memiliki semua dari masing-masing jenis sansivera,” jelas Teddie Yuniarto (43).

Teddie Yuniato adalah salah satu pembudidaya sansivera besar di Yogyakarta. Namanya sempat mentereng di dunia adenium dan sansivera. Ia memulai hobinya bermain tanaman ini pada tahun 2007. Di masa-masa memulai hobinya, ia menekuni dunia adenium atau yang disebut orang-orang dengan nama “kamboja Jepang”. Karena aku suka semua tanaman, jadi aku harus tahu semua kelebihan, kekurangan, treatment, karakter tanaman. Percuma kalau suka tanaman, tapi tidak bisa tahu mendetail,” katanya.

Aku main adenium tidak sampai lama karena makin hari itu makin banyak orang yang sudah aneh kalau bermain adenium. Pas mau cari bibit dari biji, kadang ada yang jual dari biji dan ia berani bilang ini jenis somalanse ori Thailand. Pas ditanam karakter yang muncul cuma obesum. Dari situ, aku juga kenal sama orang-orang adenium yang juga main sansivera,” pungkas Teddie menjelaskan,  “Awalnya, aku cuma minta daun terus aku stek dan akhirnya muncul anak yang bisa jadi bahan indukan lagi. Lama-lama aku cari yang varigata. Harganya saat itu cukup tinggi. Satu daun jenis Pingucullata sp. saja sampai 500 ribu, tahun 2014-an. Tapi sekarang, yang ada di sini itu anak-anak dari aku stek daun dulu. Jadi, yang ada sekarang ini belum berani aku lepas, berapa pun harganya karena aku belum berhasil lihat anaknya yang varigata.”

Varigata sendiri memiliki beberapa jenis yang dipasarkan, bahkan dikonteskan. Ada striata varigata memiliki ciri-ciri pola warna bergaris-garis, aurea varigata memiliki ciri-ciri pola warna hampir memenuhi daun, half-moon varigata memiliki pola tidak konsisten –ada bagian yang varigata ada yang tidak, sun remo varigata ini yang aneh karena varigatanya hanya satu garis saja di daun awal; setelah tumbuh daun-daun baru, tidak ditemukan lagi varigata, dan terakhir emboss varigata adalah varigata yang kagol karena tidak memiliki corak atau pola bentuk warna di daun.

“Karena ada corak varigata, sansivera harganya bisa melejit naik. Nah, kalau varigatanya striata yang tidak berarturan, itu bisa sampai jutaan. Tapi, perlu juga hati-hati. Ada yang jual jenis Yellow sp. Jenis itu masuk aurea varigata, tapi varigata yang tidak baik karena tidak ada klorofil di daun untuk proses pemasakan. Kalau ditawarin barang seperti Yellow sp. seperti itu, ya siap-siap aja seminggu sampai sebulan kemudian mati, apalagi kalau pedagangnya bilang ‘akarnya sudah banyak’. Sama saja beli mayat hidup,” ungkap Teddie yang makin memperjelas bahwa membeli sansivera varigata pun juga harus berhati-hati.

Teddy juga menambahkan bahwa selama ini ia bisa menciptakan beberapa hybrid sansivera. Hybrid adalah gabungan dari dua jenis sansivera yang dihasilkan dari inseminasi buatan dengan menggabungkan benang sari dan putik dari spesies yang berbeda. Dari proses inseminasi buatan itu, maka sansivera akan menghasilkan buah yang nantinya saat matang, biji di dalam buah itu disemai. 

“Udah beberapa yang aku coba. Ini contohnya robusta sp. ori dari induknya. Ada lagi ini silangan rorida sp. sama piguicullata sp. Nah, ini agak unik, rorida sp. yang ciri mother form-nya seperti kipas disilangkan dengan pingucullata sp. yang cirinya crossed jadinya daunnya ikut pingucullata sp. tapi bentuknya rorida sp. Ini hybrid yang belum sah dipasarkan, menurut aturan di komunitas sansivera,” jelas Teddy.

Menurutnya hybrid sansivera dinyatakan legalitas untuk dipasarkan jika perlombaan sansivera itu masuk nominasi. Juri sebagai orang yang dianggap paham akan menilai dan memandang kategori sansivera yang baru dan layak dipasarkan secara luas. Selain itu, tidak hanya juri, namun juga harus masuk di katalog internasional karena sebagai pencatat munculnya hybrid baru.

“Pada intinya, untuk memenuhi nama saja. Nama-nama itu yang jelas diambil dari nama breeder, kemudian kode yang diberikan biasanya melihat jumlah spesi terhadap hybrid itu. Aku udah bikin hybrid banyak banget. Cuma mau lihat aja hasilnya gimana dan aku juga tidak mau buat jual karena ini karyaku sendiri,” imbuh Teddie sambil tertawa.

Untuk mencapai legalitas sansivera hybrid –maksudnya adalah mendapat nama dagang, breeder harus memasukkan ke International Sanseviera Society untuk mengetahui keluarga jenis hybrid itu. Karena saat tanaman sudah memasuki proses penyilangan, maka yang terjadi adalah ia tidak akan membawa genetika dari induknya, namun ia akan menjadi bentuk tanaman baru.

“Thailand sudah memulai lama karena di sana kalau budidaya bakal makan waktu banyak, tapi kalau dilakukan bioteknologi, nah kan makin banyak hybrid yang muncul dan waktunya cepat juga dari pada pembudidayaan dari stek daun atau akar tunas,” tambah Teddie.

Rasanya, makin membuka horizon pemahaman pengetahuan bahwa si “lidah mertua” hanyalah salah satu dari sekian puluh jenis sansivera yang hidup dan berguna untuk mengurai polusi. 

 

Editor: Arlingga Hari Nugroho

Ilustrasi: Species and Cultivars

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Sambat Romansa | Cerita Pendek Aloysius Gonzaga

Next Article

Pilar rindu di awal Ramadan; Kumpulan Puisi Rina Stiarahayu

Related Posts