IST FESTIVAL, sebuah perhelatan musik yang menyuguhkan penampilan dari kumpulan band emerging (rintisan) yang terjaring dalam ekosistem milik Jala Skena dan FSTVLST. IST FESTIVAL 2023 menjadi hari raya untuk memperingati silaturahmi yang terawat sejak ribuan pertemuan yang sudah terjadi.
Sebelum senja menapakkan jejaknya di langit, perjalanan mencari bunyi-bunyian di antara tiga panggung yang disuguhkan IST FESTIVAL masih berlanjut. Setelah silih ganti penampilan band sejak siang, kini di panggung Dara Setara, dentuman suara terdengar, The Kick naik ke atas panggung. Mereka seketika diburu oleh para penikmatnya yang unik yang merapat ke arah barikade panggung.
Dibilang unik karena penontonnya sangat aktif, suka sekali mengajak dialog sang vokalis. Demikian juga sang vokalis, Jiwe, responsif terhadap penikmatnya. Pentolan band ini kok rasanya ramah sekali dengan penonton ya?
The Kick adalah band rock yang lahir di gang sempit di kawasan pasar Kotagede Yogyakarta. Band ini digawangi para pemuda tanggung yang ingin menceritakan kehidupan pinggiran kota lewat musik.
Lagu-lagu mereka kebanyakan mengangkat kehidupan di Kotagede, mulai dari gagap trend, percintaan suburban, sampai kesenjangan atau kritik sosial dan ekonomi. Penampilan mereka terbilang pecah, terlebih di lagu ‘Tak Jelas’ dan ‘Terbakar Di Lampu Merah’, aksi crowd surf penonton menghiasi pertunjukan sore itu.
Demi mengabadikan momen pertunjukan hari itu, Sudut Kantin Project mendekat dan berkenalan dengan The Kick. Diwakili oleh Jiwe sang vokalis, obrolan ini tentang pengalaman The Kick menjadi bagian dalam perhelatan IST FESTIVAL 2023.
Sudut Kantin Project (S): Jadi, gimana rasanya setelah tampil di panggung IST FESTIVAL 2023?
Jiwe (J): Pengalaman yang menyenangkan karena kami ingin menunjukkan penampilan yang berbeda. Penampilan kami di setiap panggung selalu membawakan lagu-lagu dari dua album yang kami miliki, yang secara instrumen, komposisinya selalu sama. Di panggung IST FESTIVAL ini kami suguhkan penampilan yang berbeda.
Akhirnya kami ajak dua kenalan kami, Doni dan Jose, pemain brass dari ISI Yogyakarta. Untuk memberikan suasana yang berbeda, kami masukkan instrumen brass, trombone. Kami ingin menampilkan yang terbaik, walaupun ekspektasi tampil di sore hari pasti penontonnya tidak banyak, kami tetep yakin dan percaya aja.
Yang penting kami senang, penonton juga senang.
S: Setelah sering tampil di berbagai acara musik, apakah masih ngerasain panik?
J: Kalo panik sih masih ada ya, cuman biasanya yang buat kami tidak panik itu teman-teman yang ada di depan panggung, yang selalu dukung kami. Walaupun kami main sore, penontonnya tidak sebanyak yang biasanya kami main, tetapi energinya terasa banget. Akhirnya kami tetep enjoy. Ya karena ada mereka yang dukung kami.
S: Menurut The Kick, apakah penting bagi sebuah band memiliki jaringan atau berjejaring?
J: Bagi kami jaringan ini penting. Sebelumnya kami sekedar band suka-suka aja. Kami biasa hanya tampil di panggung-panggung di sisi selatan Jogja. Ketika kami main di daerah utara, kami merasakan perbedaan yang jauh, mulai dari segi pemahaman tentang produksi, artwork, bahkan baru kenal istilah press release sejak ikut berjejaring.
Karena hal-hal yang tidak kami ketahui, kami dapat banyak informasi melalui keterlibatan dalam jaringan. Kami bisa tampil di IST FESTIVAL karena jaringan.
S: Seperti biasa, harapan untuk penggemar atau yang menonton The Kick?
J: Penggemarnya jangan minder dengan tiket mahal! Kamu ketika datang ke festival, kamu bisa lihat band-band baru, ketemu temen baru. Tiket mahal tidak sebanding dengan mendapatkan jalinan pertemanan yang baik. Semua kejadian ini menjadi sebuah permulaan.
Harapan ke depannya tentu harus mempertahankan bahwa IST FESTIVAL akan selalu bergerak bergandengan bersama mereka yang ingin melanjutkan dan memajukan industri musik tanah air. Dan setia menjadi perhelatan musik yang ramah perempuan.
Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: IST FESTIVAL 2023