Konser Rimpang Efek Rumah Kaca: Indahnya Melawan dalam Harmoni Refleksi Kehidupan

Bisa saya katakan, Konser Rimpang adalah konser dengan paket super lengkap. Segala aspek yang kira-kira dapat memberikan pengalaman yang tak akan pernah bisa dilupakan kepada para penonton dipikirkan masak-masak. Eksekusinya tak tanggung-tanggung.

Melalui Konser Rimpang, Efek Rumah Kaca (ERK) menampilkan realita kehidupan yang sedang kita jalani. Kurang lebih, ERK menunjukkan persoalan kita dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya manusia berada di dalam kondisi putus asa, namun setelahnya muncul kembali semangat yang begitu hebatnya. Dalam durasi tiga jam, ERK mengajak para penonton untuk bersama-sama melakukan laku reflektif terhadap kehidupan dan tentu saja terhadap diri kita sebagai manusia. Apakah kita sudah menjadi manusia yang bermanfaat? Atau justru malah merugikan kehidupan banyak orang?

19.30 tiba, seluruh personel ERK berjalan menuju panggung menggunakan kostum serba putih, pertunjukan ini membuat saya merinding. Lampu mulai dimatikan. Suara riuh penonton yang terdengar sebelum dimulainya pertunjukkan, seketika senyap.

Efek Rumah Kaca, lewat album terbarunya yang bertajuk Rimpang, menunjukkan refleksi mereka terhadap kehidupan. ERK melihat bahwa kehidupan manusia adalah hal yang kompleks. Dari persoalan kelahiran hingga perampasan hak hidup manusia menjadi bahan bakar bagi ERK untuk menciptakan album ini. Secara lirikal, album Rimpang sama seperti album-album ERK sebelumnya; penuh kritik, puitis dan lugas. Namun secara musikal, ERK menawarkan eksplorasi suara yang kaya, salah satunya berkat sumbangan bebunyian dari Reza Ryan.

“Kalo gue pribadi sih poin dari Rimpang itu tentang mencoba untuk nggak terlimitasi oleh sekat-sekat terutama soal musik pop,” ujar Reza Ryan, gitaris ERK, ketika diwawancarai oleh pophariini.com. 

Semenjak awal perilisannya pada 27 Januari 2023 lalu, saya sudah bisa membayangkan soal betapa indahnya jika ERK menggelar konser untuk merayakan perilisan album Rimpang. Menawarkan sesuatu yang segar seperti penggunaan synthesizer, Rimpang menjadi album eksperimental yang sayang jika tidak didengarkan secara live

Konser Rimpang akhirnya digelar. Entah ini adalah bentuk ketidaksengajaan atau kesengajaan, Konser Rimpang digelar pada tanggal 27 Juli 2023, bertepatan dengan peristiwa Kudatuli yang pecah 27 tahun lalu. Apakah ERK sedang mengenang peristiwa itu atau agar sesuai saja dengan tanggal awal perilisan Rimpang? Semoga saya berkesempatan untuk menanyakan langsung kepada mereka.

Singkat cerita, saya datang seorang diri ke Tennis Indoor GBK, tempat dihelatnya Konser Rimpang. Suasana di luar venue sudah dipadati ribuan penonton yang sedang mengantre untuk menukarkan tiket. Saya sampai di venue sekitar jam 19.00, setengah jam sebelum pintu venue dibuka. Saat mengantre, saya bisa merasakan atmosfer antusias dari para penonton. Napas saya juga sempat menderu-deru tak sabar ingin bersua dengan idola.

19.30 tiba, seluruh personel ERK berjalan menuju panggung menggunakan kostum serba putih, pertunjukan ini membuat saya merinding. Lampu mulai dimatikan. Suara riuh penonton yang terdengar sebelum dimulainya pertunjukkan, seketika senyap. Sorot lampu putih menembak keseluruhan personel sehingga mereka nampak seperti malaikat yang sedang berkunjung ke bumi. Saya bersama penonton lain menahan napas, bersiap untuk menyaksikan suguhan istimewa dari ERK.

Nomor Bergeming dimainkan. Seketika suara tepukan tangan membahana. Pertunjukkan sudah dimulai. Sajian visualisasi yang melenakan mata mulai ditampilkan. Lampu sorot yang mengenai tirai raksasa karya Rubi Roesli itu menjadi karya seni yang mendukung kemagisan musik ERK. Ketika ERK masih memainkan Bergeming, saya tetap bergeming hingga lagu itu selesai dimainkan. Begitu terkonsepnya konser musik yang sedang saya saksikan ini.

Untungnya, pada lagu kedua, kaki saya seperti tidak sabar ingin berjingkrakkan. Heroik langsung menghantam telinga saya. Lagu yang dirilis lebih awal sebelum Rimpang ini terdengar familier. “Kau berakrobatik / Menukik-nukik / Orang tersedak jijik.” Cholil menyanyikan Heroik secara bersemangat, ingin mengkritik orang-orang yang sok heroik hingga membuatnya jijik. Para penonton sayup-sayup terdengar bernyanyi bersama Cholil, ada juga yang mulai berlompatan, dan setelah Heroik selesai didendangkan, kami senang sekali. Namun, masih ada 25 lagu lagi yang belum dimainkan, kami belum boleh berpuas hati.

Konser Rimpang dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama bertajuk Rimpang dan sesi kedua bertajuk Menjalar. Pada sesi pertama, ERK membawakan seluruh lagu yang ada di album Rimpang, sedangkan pada sesi kedua, ERK membawakan lagu-lagu mereka di album terdahulu serta tak lupa juga membawakan lagu-lagu hits mereka.

Lagu demi lagu dimainkan, segala macam visualisasi ditampilkan sesuai tema masing-masing lagu dan para kolaborator silih berganti memeriahkan Konser Rimpang. Morgue Vanguard, The Adams, Sivia, Suraa hingga Adrian Yunan adalah nama-nama yang mendukung kemeriahan pesta Rimpang ini.

Cholil mengatakan bahwa Rimpang belum pernah dibawakan secara live sebelumnya. Maka, ia dan teman-temannya merasa cemas jika tidak bisa menampilkan yang terbaik bagi para penonton. Ia mengaku otot-ototnya terasa kencang dan berdampak kepada kakunya permainan gitarnya. Memang, saya akui, ketika membawakan lagu-lagu di album Rimpang, ERK terlihat kaku, masih meraba-raba dan takut berbuat kesalahan. Selalu ada kali pertama untuk segala hal.

Ada momen langka terjadi di Konser Rimpang. Morgue Vanguard (MV) tampil melantangkan spoken word pada lagu Bersemi Sekebun secara live! Banyak orang bilang bahwa belum tentu MV kembali hadir tampil bersama ERK dalam satu panggung. Lagu Bersemi Sekebun adalah lagu tentang meredupnya semangat perlawanan rakyat melawan kesewenang-wenangan negara. Soal represifitas, perampasan ruang hidup, pemberangusan harapan yang kerap ditelan oleh rakyat. Di awal lagu itu, Cholil mendeskripsikan seseorang yang jatuh tersungkur setelah menerima tindak kebengisan negara dan sempat merasakan putus asa yang hebat. Sambil memaparkan realita, ERK juga melambungkan harapan.

Cholil mengepalkan tangan. Para penonton diam mendengarkan pesan solidaritas MV. Saya tercekat. Ini terlalu berat untuk didengar. Tangis saya kembali tumpah.

Spoken word yang dibawakan oleh MV adalah bensin yang menyalakan semangat perlawanan rakyat yang sebelumnya sempat menjadi asap. “Pada yang perlahan padam / Ada sejenis api dari kemustahilan / Sejenis harapan yang datang dari pelan nyala sekam.” Suara berat MV menggema, bulu kuduk saya merinding. Suara MV ibarat suara alam yang tengah membisikkan nada-nada perlawanan. Setelah purna melantangkan spoken word, Cholil menabraknya dengan suara merintih menyanyikan lirik begini: Bertahanlah / Bersabarlah / Bertahanlah, lalu ditutup kembali oleh MV. Bertahanlah sedikit lebih lama / Tumbuhlah liar serupa gulma. Saya menangis.

Setelah Bersemi Sekebun dimainkan, MV masih tetap berdiri tegak di atas panggung. Ia melakukan speech. Isi speech itu adalah pesan solidaritas bagi rakyat tertindah. Dari Haris-Fathia hingga warga yang terancam penggusuran, seperti: Dago Elos, Wadas, Padarincang, Bara Baraya dan lain sebagainya. Cholil mengepalkan tangan. Para penonton diam mendengarkan pesan solidaritas MV. Saya tercekat. Ini terlalu berat untuk didengar. Tangis saya kembali tumpah.

Bisa saya katakan, Konser Rimpang adalah konser dengan paket super lengkap. Segala aspek yang kira-kira dapat memberikan pengalaman yang tak akan pernah bisa dilupakan kepada para penonton dipikirkan masak-masak. Eksekusinya tak tanggung-tanggung. Visualisasi yang indah ditambah dengan adanya string yang menjulang tinggi sampai ke bawah sehingga membentuk semacam tirai menurut saya memberikan kesan mewah, kolaborator yang ciamik serta pesan-pesan perlawanan dari ERK menjadi semakin indah, indahnya melawan. 

Pengalaman menonton Konser Rimpang, menjadi satu pengalaman yang tidak akan saya lupakan. Jika ERK mengadakan kembali Konser Rimpang, dapat dipastikan bahwa saya akan hadir kembali. Seperti Jake, tokoh utama novel The Sun Also Rises karya Ernest Hemingway, yang rela menonton pertunjukkan adu banteng selama tujuh hari berturut-turut, saya juga akan rela menonton Konser Rimpang selama tujuh hari berturut-turut.


Editor: Michael Pandu Patria
Foto sampul: Adi Ibrahim CNN Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts