Serba-Serbi Teater Jalur Otodidak: Diskusi Virtual Seputar Teater

Foto: judha jiwangga

Sabtu, 4 April 2020, saya mengundang Padmo Adi (Mas Padmo) untuk berdiskusi bersama melalui wahana live streaming Instagram dengan topik teater dalam perspektif pendidikan dan sastra. Mas Padmo ini merupakan salah satu penggiat seni yang dulu pernah berkiprah di area Solo dan Yogyakarta hingga sekarang berdomisili di Malang sebagai dosen di Fakultas Sastra Jepang di Universitas Brawijaya. Kiprah Mas Padmo ini merintis jalur kesenian teater dengan proses pembelajaran mandiri atau otodidak hingga pernah berkecimpung di dunia kesenian yang profesional.

Topik pembicaraan yang cukup menarik adalah membicarakan serba-serbi teater yang muncul bukan dari jurusan seni namun dari tangsi-tangsi instansi pendidikan maupun komunitas-komunitas di lingkup akademi.

“Teater itu seperti laboratorium”, ujar Mas Padmo (dalam konteks ini adalah teater yang tumbuh dari institusi pendidikan non-jurusan seni). Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa dalam koridor teater yang berkembang di luar jurusan seni bisa menjadi ruang untuk mengintegrasikan pemahaman teoritis yang diperoleh dari kelas dengan ruang eksperimentasi pertunjukan dengan kebutuhan pentas yang kontekstual.

Baca juga: Repertoar menjadi Kreatif di balik Akun Instagram @dom.inan

Pernyataan ini menjadi cukup menarik karena masih sering terjadi situasi dilematis menakar arah bagi kelompok-kelompok teater yang tumbuh di instansi pendidikan non-jurusan seni. Hal yang pertama yang cukup menarik untuk diamati bahwa secara kurikulum nasional, drama mendapatkan porsi pembelajaran yang terangkum dalam mata pelajaran bahasa Indonesia (bisa dilihat dalam silabus kurikulum 2013 di website Kemendikbud).

Hal yang kedua bahwa setiap instansi pendidikan non-jurusan seni mempunyai komunitas seni peran dalam bentuk ekstrakurikuler maupun unit kegiatan mahasiswa. Maka tidak bisa ditolak, perlu perhatian yang cukup signifikan terhadap fenomena teater yang muncul bahwa ruang kesenian yang muncul butuh penyadaran identitas untuk mewujudkan visi dan misinya.

Perihal tersebut, Mas Padmo mengungkapkan bahwa teater itu seperti laboratorium, dijabarkan sebagai proses adapatasi dan implementasi bidang-bidang ilmu yang didapat di kelas ke dalam proses teaternya atau bahkan sebaliknya eksplorasi di teater diterapkan dalam pemahaman teoritis di kelas.

“Fungsi teater kampus (instansi pendidikan) menjadi tempat mengadaptasi atau melakukan uji coba segala sesuatu yang didapatkan di kelas,” tutur Mas Padmo menerangkan konsep teater sebagai laboratorium.

Selain itu, Mas Padmo menambahkan keterlibatan mahasiswa/siswa ke dalam kelompok seni peran bisa menjadi sarana untuk tidak menjadi mahasiswa “kupu-kupu” atau kuliah-pulang kuliah-pulang.

“Supaya proses studi itu tidak robotik dan kaku karena berdasarkan pengalamanku, proses studi dan teater itu tidak saling menegasi. Apa yang aku dapatkan di kelas bisa dijadikan referensi untuk proses berteater dan apa yang aku dapatkan dari proses teater bisa aku jadikan bahan diskusi dengan dosen ketika diperkuliahan,” ujar Mas Padmo menerangkan fungsi teater di institusi pendidikan.

Baca juga: Catatan Sebelum Pentas: Monolog Topeng Topeng karya Rachman Sabur

Mas Padmo juga menambahkan mengenai teater di tengah iklim pendidikan hari ini dengan mengatakan, “Teater bisa menjadi ruang pembebasan diri dari sistem pendidikan Indonesia saat ini dalam arti bahwa pendidikan tidak hanya mengejar gelar”.

Lalu, dilema lain yang muncul adalah bagaimana standar komunitas seni peran dalam institusi pendidikan non-jurusan seni. Mas Padmo mengungkapkan setidaknya ada tiga capaian yang bisa menjawab dilema tersebut.

“Pertama, siswa atau mahasiswa bisa mempraktikan ilmu di kelas ke dalam proses teater. Kedua, teater menjadi media transformasi orang muda untuk bertemu dengan kehadiran liyan (sesama manusia lain). Kalau aspek satu dan dua ini terpenuhi sudah bisa dikatakan cukup tapi belum utuh. Hal yang ketiga adalah aspek estetika konvensi teater yang perlu juga disoroti sebagai tanggung jawab ketika berani membuat pentas. Dalam titik ini, bagaimana tiap orang yang bergabung dalam kelompok teater bisa mendorong batas diri pada eksplorasi estetika dalam konvensi teater”.

Di akhir diskusi, Mas Padmo mengungkapkan pesan bagi rekan-rekan yang berkecimpung di bidang seni drama dalam jalur non-jurusan seni. “Jangan sampai kuliah mengganggu teater. Maksudnya apa yang didapatkan di kelas silakan diujicobakan di sebuah laboratorium bernama teater. Jadi, kuliah atau sekolah itu tidak hanya jadi siklus formalis dengan capaian lulus, kerja, nikah, punya anak terus mati. Jadikan teater itu ruang untuk belajar hidup dan ruang membuktikan teori-teori di kelas itu benar atau tidak.”

Editor: Arlingga Hari Nugroho

Foto: Judha Jiwangga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Senar Pedhot

Next Article

Berbagi Cerita dari Rumah: WFH