Tujuh Perhentian di Kamar Kosan: Kumpulan Puisi R. Braja Restu

Kumpulan puisi ini adalah syair-syair tentang tujuh perhentian di kamar kos yang ditulis oleh R. Braja Restu. Penulis aktif di Pondok Buku PALem dan pernah menulis buku puisi Cincin Gunung & Piring Matahari (2024).


Perhentian I

Yang pertama adalah membersihkan nurani
Jubah-jubah perang adalah jatidiri: kaos-kaos oblong yang mulai pudar ronanya dimutilasi
Lengan-lengan gagah dikebiri, dijadikan keset kaki, batas suci
Siapapun mesti murni, bukan?
Dan tidak bolehkah sejarah hidup seorang putri atau pangeran dimulai dari sekat-sekat kosan?
Sebelum derit pintu dibuka dan kata pulang disudahi,
tapak-tapak kelana adalah wajah yang perlu diseka – tidak peduli keriput-menua atau letih karena terluka

Perhentian II

Yang kedua adalah menemukan cahaya
Terlanjur redup, lampu-lampu kosan yang tak lagi putih warnanya
Semakin dinyalakan semakin mencipta bayangan
Mata kerja keras bekerja, memandangi ruang yang ditata tapi tetap tak terlihat bentuknya
Sampai kapan gelap menjadi kawan?
Sampai tertidur, menjadi obskur, semua lentera yang tak dapat diukur

Perhentian III

Yang ketiga adalah altar perjamuan
Tak ada meja yang tak serba-guna
Kardus dari kampung ditutup dengan kotak-kotak kain sarung
Di atasnya piring-piring diberi panggung
atau buku-buku yang sudah lama tak dibaca
Bagaimana jika punggung tak lagi kuat menyangga?

Perhentian IV

Yang keempat adalah perihal menjaga udara
Siapa yang tak memulai harinya dengan berdiri dari dalam jendela?
Siapa yang bisa bersuara kalau kipas-kipas bergoyang tak lagi kedap suara?
Dengan kekuatan penuh, ruangan hampa dituip seluruh
dihembus dan dijaga, setiap putri atau pangeran yang tertidur setelah lelah bekerja
Masihkah terdengar, samar-samar langkah di luar kamar,
jika deru putar baling-balingnya dipaksakan sampai tahap yang ketiga?

Perhentian V

Yang kelima adalah soal air dalam wadah
Galon-galon plastik-kah, bejana pembasuh dahaga yang berjasa tapi tak sombong dagunya tengadah?
Gelembung-gelembung suara di malam hari
Adakah seorang yang tidak kehausan setelah mengurung diri?
Aku haus; kata mimpi-mimpi putri dan pangeran yang berkelana
Siapa yang tak pernah membohongi diri, melerai lapar dengan meneguk beberapa gelas sekali lagi?

Perhentian VI

Yang keenam adalah tentang kasur, pabrik bising-bising mendengkur
Ditahannya segala kehendak untuk lari
diredamnya segala dendam hari ini
Bagai Rahim yang tetap terjaga, digendongnya setiap raga
Ketika tidur, kita dicuci, layaknya perabot basah yang diusap dengan busa-busa semadi
Siapa yang dapat melawan, jika tidur baru memberi izin untuk pangeran bangun esok pagi?

Perhentian VII

Yang ketujuh adalah lemari
Di sana tinggal belasan topeng pangeran setiap hari
Yang mana, warna apa, helai-helai sutra yang murah harganya
Hendak digantung atau diletakkan
Dirundung atau dilepas-ikhlaskan
Jiwa-jiwa tinggal di sana, dan jika hari ini adalah kesalahan, esok hari menjadi baru lagi
Begitu seterusnya, sampai pangeran diberi jalan
bahwa menjadi telanjang adalah keutamaan


Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: R. Braja Restu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts