Warung Ayam Pak Mamad, Menanak Gigs Menyajikan Punk

Sekilas memang nampak aneh ketika pertama mendengarnya. Namun rentetan gigs dan acara musik di Ayam Pak Mamad Baciro mematahkan spekulasi miring yang ada di pikiran orang-orang.

Sebuah warung ayam di arah barat Stadion Mandala Krida itu ramai dengan pengunjung. Mereka datang dengan pakain berkonsep horor, menampilkan kostum setan baik lokal maupun internasional.

Siapa yang menyangka bakal ada pesta kostum halloween di warung ayam bakar semacam ini? Tapi peristiwa kebudayaan ini benar-benar terjadi. Tepatnya warung Ayam Pak Mamad Baciro. Anak-anak muda ini sedang memperingati halloween dengan tajuk “Gigs Tak Kasat Mata” yang diselenggarakan oleh Kultura dan Ayam Pak Mamad.


Sehabis Maghrib keramaian sudah mencapai puncaknya sampai di luaran warung. Para pengunjung berdatangan dengan berbagai kostum seramnya. Tentu bukan hanya untuk membeli ayam bakar saja mereka datang. Penampilan gigs musisi kebanggan jadi tujuan utama mereka berkumpul. Mulai dari Mammon’s Slave, Port Moresby, sampai band yang sedang naik daun The Bunbury mengisi dafatar penampil malam itu.

Para musisi ini secara bergantian menyanyikan lagunya masing-masing. Tentu masih dengan kostum dan make up tema malam itu–keseraman. Musik yang upbeat dan lirik yang familiar membuat para pengunjuk turut berjingkrak dan menyanyikan lagu-lagu mereka. Keramaian itu masih berlangsung hingga malam benar-benar turun dengan sempurna.

Aksi Gitaris The Bunbury Invected Version (dok. Kulturaspace/Pramodana)

Warung Ayam Menyelenggarakan Gigs


Barangkali untuk kalangan pecinta musik, gigs merupakan momentum pertemuan antar penggemar, kawan, dan idolanya. Tentu yang kita tahu kafelah yang seringkali menjadi lokasi yang acara semacam ini. Fasilitas yang memadai, akustik ruangan, hingga crowd yang mendukung menjadi alasan kafe menjadi pilihan tempat gigs. Tapi, siapa yang menyangka warung ayam di Baciro, Yogyakarta bernama Ayam Pak Mamad menjadi lokasi gigs?


Sekilas memang nampak aneh ketika pertama mendengarnya. Namun rentetan gigs dan acara musik di Ayam Pak Mamad Baciro mematahkan spekulasi miring yang ada di pikiran orang-orang. Mulai dari Tiba-tiba di Kultura, Gigs Tak Kasat Mata, Free Jamming Pembukaan Kembali Ayam Pak Mamad, dan Lirak Lirik Larik terselenggara di warung ayam ini.


Acara-acara musik di Ayam Pak Mamad ini tidak terjadi begitu saja. Kultura, creative space asal Yogyakarta selaku event organizer acara-acara tersebut sengaja memilih Ayam Pak Mamad sebagai venue untuk acara-acara tersebut. Alasannya sederhana, orang-orang yang berada di dalam Kultura sering nongkrong dan berbincang untuk membuat acara musik di warung ini.

Alhasil dipilihlah venue yang menurut mereka dekat dan terjangkau oleh khalayak, khususnya kawan-kawan setongkrogannya, yakni Ayam Pak Mamad Baciro. Tempat Berkumpulnya Calon Musisi Yogyakarta Utara
Jika di selatan, ISI memiliki kultur tersendiri dalam skena musiknya.

Penampilan Port Moresby di Gigs Tak Kasat Mata (dok. Kulturaspace/Pramodana)

Di utara Yogyakarta, khususnya mahasiswa UGM, Ayam Pak Mamad seolah menjadi tempat berkumpulnya calon musisi dalam periode 2020-2022. Mereka seringkali berkumpul dan membuat acara di tempat ini. Sebenarnya tidak ada skena genre tertentu yang membuat mereka berkumpul di sini, tetapi yang terlihat mencolok tentu adalah musisi-musisi muda yang tengah menggeluti genre punk.

Personel band macam Port Moresby, The Bunbury, Sexual Modification seringkali berkumpul di warung ini. Tak ketinggalan musisi lain seperti Abby (Behawan), Rega Doyosi, dan Riga Pratama seringkali juga terlihat datang ke Ayam Pak Mamad.

Ruang berkumpul inilah yang akhirnya menciptakan relasi antar musisi. Mereka dengan mudah bersua dan merencanakan keinginan untuk membuat karya. Maka tak membingungkan jika beberapa kali tempat ini menjadi ruang untuk gigs bahkan meracik musik.

Namun, sayangnya di akhir 2022, warung ini harus tutup karena berbagai alasan. Satu ruang berkumpul telah tutup untuk selama-lamanya. Kita tak bisa lagi menikmati potongan ayam bakar sambil melihat para musisi beraksi. Tak bisa lagi mencium aroma saus bakar di antara keringat penonoton gigs nan enerjik.

Namun, usaha tetaplah usaha, kita tak pernah tahu kapan untung dan buntung. Walaupun begitu Ayam Pak Mamad patut dikenang sebagai sebuah ruang yang sempat menjadi tempat berkumpulnya anak muda yang bercita-cita sebagai musisi dan menuangkan berbagai usahanya.

Meski selintas, tempat ini mesti dicatat sebagai ceruk skena musik di utara Yogyakarta. Sampai suatu saat nanti kita akan mengenangnya sebagai ruang yang menyenangkan dalam catatan skena musik Yogyakarta.


Editor: Agustinus Rangga Respati
Foto sampul: Kulturaspace/Pramodana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Mendengarkan Cinta Melulu di Timur Tengah: Kumpulan Puisi Bungawan

Next Article

Menakar Album 'GOLDEN' Jungkook