Bagaimana Representasi Perempuan pada Media dan Budaya Populer hari ini?

Stereotip dan norma gender memengaruhi cara perempuan digambarkan dalam film, televisi, iklan, dan media lainnya yang tidak akurat.

Dalam dunia yang semakin terhubung secara digital dan diwarnai oleh kehadiran media massa yang dominan, keterwakilan perempuan dalam media menjadi sebuah persoalan yang tidak dapat dihindari. Dari film hingga periklanan, dari musik hingga literatur, wajah-wajah dan narasi-narasi perempuan memainkan peran penting dalam membentuk pandangan kita tentang gender dan identitas. Namun, di balik sorotan panggung, tersembunyi realitas yang kompleks dan sering kali menyimpang.

Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi pergeseran paradigma dalam representasi perempuan pada media dan budaya populer. Tulisan ini akan mengkaji dampaknya, serta menyoroti tantangan dan peluang di era modern yang terus berubah dengan cepat.

Peran perempuan dalam media telah berkembang dari masa ke masa, namun sebagian besar media cetak dan elektronik masih menggunakan perempuan sebagai bahan berita, tidak sesuai dengan realitas yang diperebutkan atau gerakan ideologis. Di media, perempuan dipandang sebagai objek, citra, dan komoditas, mulai dari  istri yang selingkuh, ibu yang buruk, hingga sekadar daya tarik biologis. Dalam banyak film dan serial televisi misalnya film Unfaithful (2002), Secret Affair (2014), Hillbilly Elegy (2020), Jakarta Undercover (2007), Blonde (2022) dan masih banyak yang lainnya jika kita telusuri.

Tidak hanya itu, seringkali kita lihat dalam serial-serial televisi Indonesia yang menceritakan kekejaman seorang ibu seperti dalam serial yang berjudul Kenapa Ibuku Kejam Sekali dan Aku Korban Kekejaman Ibu Tiriku. Dari judul yang digunakan seolah bermakna bahwa Ibu adalah seorang yang kejam, pemarah, dan tidak punya perasaan kepada anaknya. Padahal perempuan di era digital saat ini memiliki potensi yang sangat besar untuk mengambil peran dalam berbagai bidang.

Stereotip dan norma gender memengaruhi cara perempuan digambarkan dalam film, televisi, iklan, dan media lainnya, sehingga menghasilkan penggambaran yang tidak akurat. Sebab, banyak orang yang menggunakan stereotip karena kebiasaan, nilai, norma, dan prasangka yang menumpuk di masyarakat. Stereotip ini muncul bersamaan dengan ideologi patriarki yang mengatur relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan.

Pada beragam medium tai, perempuan digambarkan sebagai sosok yang lebih perhatian, emosional, lemah lembut, kurang kompeten, dan kurang asertif. Hal ini terjadi karena stereotip yang diterima dan diwariskan di masyarakat, sehingga perempuan lebih cenderung diberi peran yang ditentukan oleh stereotip tersebut.

Karena stereotip gender tersebut, perempuan di industri media mengalami tantangan yang beragam, mulai dari kesempatan kerja yang tidak setara, bias tersembunyi dalam produksi konten media, dan lain-lain. Media sering kali mengobjektifikasi perempuan dan lebih menekankan penampilan dibandingkan kemampuan dan kepribadiannya. Stereotip gender di media sering kali menciptakan gambaran perempuan yang terbatas pada peran tradisional, seperti ibu rumah tangga atau kekasih.

Hal ini dapat membatasi persepsi masyarakat terhadap kemampuan perempuan dalam mengejar tujuan dan karier yang melampaui norma. Media massa telah menggambarkan perempuan dan laki-laki dalam sudut pandang tertentu. Perubahan positif dalam keterwakilan perempuan mengacu pada pengembangan dan penggunaan citra perempuan yang lebih kompleks dan kuat yang sebelumnya terbatas pada citra yang lebih stereotip. Dapat dilihat dari munculnya karakter perempuan yang kuat dan kompleks serta upaya mengadvokasi keterwakilan yang lebih inklusif dan beragam.

Karakter perempuan yang kuat dan kompleks mencakup individu yang memiliki kekuatan moral, intelektual, dan fisik yang mempunyai kekuatan untuk menghadapi masalah dan mengambil langkah untuk mengubah dunia. Contohnya termasuk Malala Yousafzai, Greta Thunberg, Ruth Bader Ginsburg, dan perempuan lain yang mengambil tindakan dalam keadaan sulit untuk meningkatkan kualitas hidup mereka dan mengubah dunia. 

Media sosial telah memainkan peran penting dalam memengaruhi cara perempuan direpresentasikan dan berekspresi dalam masyarakat, karena media sosial memberikan platform bagi perempuan untuk menyuarakan pendapat, berbagi pengalaman, dan bebas mengekspresikan identitas mereka dengan bebas. Dengan memposting foto, tulisan, video, dan konten lainnya, perempuan dapat menunjukkan keberagaman dan kompleksitas identitas mereka yang mungkin tidak terwakili dalam media tradisional.

Lebih dari itu, media sosial menjadi alat penting dalam gerakan aktivis perempuan yang memungkinkan perempuan untuk mengorganisir, membentuk koalisi, dan memobilisasi dukungan untuk berbagai isu yang memengaruhi mereka. Gerakan seperti #MeToo, #TimesUp, dan #EverydaySexism adalah contoh bagaimana perempuan menggunakan platform media sosial untuk mengungkap kekerasan seksual, ketidaksetaraan gender, dan diskriminasi.

Meskipun media sosial  dapat menjadi tempat di mana citra tubuh yang tidak realistis dan standar kecantikan yang tidak sehat, banyak wanita juga menggunakan platform ini untuk memperjuangkan citra tubuh yang positif dan penerimaan diri. Kampanye seperti #BodyPositivity dan #EffYourBeautyStandards mempromosikan pesan tentang beragam kecantikan  dan merayakan  segala bentuk tubuh. Kekuatan media sosial telah dimanfaatkan dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, menantang stereotip gender, dan menciptakan ruang untuk ekspresi dan representasi yang lebih inklusif.

Budaya populer, seperti musik, fashion, dan seni visual, mempunyai dampak besar terhadap cara masyarakat memandang perempuan. Lirik lagu, video musik, dan citra artis musik sering kali memperkuat stereotip gender atau mencerminkan norma sosial mengenai perempuan. Misalnya, beberapa lagu dan video musik mungkin menekankan kecantikan fisik atau keterampilan fisik perempuan yang dapat memengaruhi pandangan masyarakat tentang bagaimana seharusnya perempuan berpenampilan dan bertindak.

Seperti dalam video musik Anaconda yang dipopulerkan oleh Nicki Minaj memperlihatkan kecantikan fisik dan gerakan tubuh perempuan secara eksplisit serta menekankan pada ukuran tubuh yang dianggap ideal oleh banyak orang dalam masyarakat. Namun, beberapa orang mungkin melihat karya tersebut sebagai bentuk ekspresi seni yang membebaskan, sementara yang lain mungkin melihatnya sebagai promosi ideal tubuh yang tidak realistis atau bahkan merugikan bagi citra perempuan.

Selain itu, industri fashion seringkali mencerminkan tren sosial dan nilai-nilai yang lazim di masyarakat. Pakaian, aksesoris, dan gaya rambut wanita dapat memperkuat atau menantang konvensi gender. Seperti gerakan fashion yang memperjuangkan hak-hak perempuan atau mempromosikan kesetaraan gender dapat mempengaruhi pandangan masyarakat tentang peran dan nilai perempuan dalam masyarakat. Dalam budaya populer, perempuan tidak hanya menjadi objek representasi, tetapi juga berperan aktif dalam pembentukan identitas dan norma sosial. Melalui karya seni, penampilan publik, dan perannya dalam industri kreatif, perempuan dapat memengaruhi pandangan dan pemahaman masyarakat tentang peran gender, kecantikan, dan kekuatan perempuan dalam masyarakat.

Pergeseran paradigma dalam penggambaran perempuan di media budaya populer berdampak besar pada masyarakat saat ini. Dengan menggambarkan perempuan dalam  peran yang lebih inklusif, kompleks dan realistis, media budaya populer telah berkontribusi pada pemberdayaan perempuan, meningkatkan pemahaman tentang keragaman pengalaman perempuan, dan menghilangkan norma-norma sosial yang merugikan.

Selain itu, perubahan ini menantang stereotip gender yang ada dan menginspirasi generasi muda untuk mencapai tujuan mereka tanpa dibatasi oleh batasan yang ditetapkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, perubahan  representasi perempuan di media budaya populer tidak hanya memengaruhi cara kita memandang perempuan, namun juga membentuk pola pikir dan perilaku kita secara lebih luas, menjadikan kita lebih inklusif dan adil, serta mengarah pada masyarakat yang beragam.


Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Violin Rahma Heldina

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts