Drive My Car layaknya gambaran bagi kita semua. Kita dititikberatkan dengan sebuah mimpi membersihkan luka-luka.
Drive My Car masuk nominasi Palme D’or di Festival Film Cannes 2022. Drive My Car juga banyak masuk nominasi dalam penghargaan film bergengsi Academy Awards 2022, di antaranya Best Picture, Best International Fauture Film, dan Best Director.
Drive My Car hadir dan jadi sorotan bagi pecinta film seantero Asia. Hal ini, tak lain karena film besutan Ryusuke Hamaguci itu menjadi film Jepang pertama yang masuk nominasi Best Picture di ajang Academy Awards.
Drive My Car dinilai berhasil memelihara kesuksesan film Jepang di mata dunia. Ia menyusul keberhasilan beberapa seniornya, seperti Akira Kurosawa, Yojiro Takita, Hirokazu Koreeda, dan banyak lagi.
Film Drive My Car diadaptasi dari cerita pendek Haruki Murakami dengan nama yang sama. Cerpen ini dapat ditemukan dalam buku Men Without Women (2014). Selain itu, sang sutradara Ryusuke Hamaguchi juga mengakui mengambil inspirasi dalam cerita-cerita lainnya.
Drive My Car menceritakan tentang Yusuke Kafuku (Hidetoshi Nishijima) seorang pria yang berprofesi sebagai aktor dan sutradara teater. Ia memiliki istri cantik bernama Oto Kafuku (Reika Kirishima).
Kehidupan rumah tangga mereka awalnya baik-baik saja, harmonis, dan jarang terjadi keributan. Terlihat dari adegan-adegan awal, ketika mereka di atas ranjang dan Oto menceritakan sebuah kisah dengan suasana sedemikian intim. Adegan itu, pastinya bagi kita terlihat penuh kehangatan dan kasih sayang.
Tak lama dari keharmonisan kedua pasangan itu, ternyata sang istri Oto, terpergok berselingkuh dengan seorang pria. Namun, Kafuku memilih berpura-pura tak mengetahui perselingkuhan istrinya tersebut. Ia enggan membicarakannya.
Selain itu, terungkap juga bahwa mereka memiliki putri yang telah meninggal 15 tahun yang lalu. Di situ, kita dapat berkesimpulan, keharmonisan kedua pasangan tersebut hanyalah topeng yang mereka gunakan setelah kematian sang anak.
Berusaha tak mengungkit dan membongkar perselingkuhan istrinya. Kafuku tetap bekerja seperti biasanya, berkegiatan normal tanpa merasa ada sesuatu yang harus ditutupinya. Namun, selepas ia pulang ke rumah dari pekerjaannya pada tengah malam, ia mendapati istrinya tergeletak di ruang tamu.
Begitu panik, bergegas ia menelpon ambulans. Tak berselang lama, istrinya dinyatakan meninggal dunia akibat pendarahan di otak. Kepergian istrinya membuat Kafuku menjadi pria yang sepenuhnya tertutup dan lebih kaku dari sebelumnya.
Dua tahun berselang, ia mendapat pekerjaan untuk menjadi sutradara teater di daerah Hiroshima. Pekerjaan itulah yang mempertemukan Kafuku dengan gadis muda yang lebih kaku daripada dirinya, yaitu Misaki Watari (Toko Miura). Watari sendiri ditugaskan menjadi sopir selama Kafuku berada di Hiroshima.
Dengan mengendarai mobil Kafuku yang merah cemerlang, Watari menemukan rutinitas aneh kliennya itu. Kafuku biasa berlatih dialog di dalam mobil menggunakan radio, hal itu dilakukannya untuk tetap prima dalam pekerjaannya. Pertemuan kedua orang itulah yang menjadikan cerita semakin terbuka. Menuntaskan segala kegamangan kita dari intro yang ada.
Film ini adalah rangka dan gambaran dari dinamika dua tokoh yang mengalami hal sama, yaitu memiliki emosi yang tak jauh berbeda terhadap tahun-tahun lampau. Perlahan-lahan Ryusuke Hamaguchi mengangkat tirai besar, membuat kita memandang prihatin terhadap Kafuku dan Watari.
Kedua sosok itu ternyata menyimpan luka-luka, yang enggan mereka perlihatkan kepada semua orang. Hingga pada akhirnya, Kafuku dan Watari menampakkan dan membuka diri mereka masing-masing, sebuah rahasia, juga masa kelam yang dialami.
Watari sendiri hidup mandiri sedari usia belasan. Ketertutupannya dan sikapnya yang jarang tersenyum adalah buah akibat dari ditinggalkan sosok ayah. Sementara sang ibu, tertimpa rumahnya sendiri akibat bencana longsor di daerahnya, Sapporo. Longsor itu mengakibatkan sang ibu tewas di tempat.
Alih-alih kita menduga bahwa Drive My Car berfokus kepada sebuah perjalanan lintas kota, sebagaimana di film Green Book yang sama sekali tidak Green Book. Nyatanya, Drive My Car lebih dalam dari yang kita bayangkan.
Drive My Car ternyata bukan Drive My Car banget. Malahan, cerita dari film ini berfokus kepada bagaimana kita menyikapi sebuah kehilangan. Bagaimana kita merasa harus tetap hidup ketika seorang yang kita sayangi pergi mendahului. Bahwa tak segala kesedihan baik untuk kita simpan sendiri, yang pada nantinya menjadikan kita tersiksa.
Layaknya seperti gambaran bagi kita semua. Kita dititikberatkan dengan sebuah mimpi membersihkan luka-luka. Kita dipaksa menguatkan diri dengan usaha-usaha untuk melupakan masa kelam, dan melangkah terus ke depan.
Sekilas, film garapan Ryusuke Hamaguchi ini tak jauh beda dengan Manchester by the Sea garapannya Kenneth Lonergen. Bercerita tentang seorang pria yang hidupnya hancur akibat kehilangan seseorang yang disayang. Kesedihan yang sudah mencapai garis batas, sehingga diam dan bersikap kaku adalah solusi terbaik untuk itu.
Drive My Car adalah film yang tak semua orang awam bisa nikmati. Dari suguhan adegan yang bisa terbilang lambat, ditambah durasi film yang lama menjadi dua alasan kuat. Namun di film ini, kita begitu dimanjakan oleh sinema yang apik, pewarnaan yang memukau, serta keindahan sudut-sudut daerah Hiroshima yang begitu cerah dan nihil polusi.
Sebuah kehilangan seperti menjadi pemantik dari setiap dialog-dialog yang menyiratkan banyak makna. Membuat film ini begitu dramatik dengan gaya yang hening, tetapi berestetik. Bertumpu kepada kekuatan naskah serta emosi dari kedua karakter. Tak ayal mengapa ketika selesai menonton film ini, kita dibuat merenung tentang arti dari sebuah kepergian, arti sebuah kehilangan.
Editor: Tim Sudutkantin.com