Apakah anda pernah merasa takut untuk hidup dan kerja di Indonesia saat ini? Takut bahwa suatu waktu upah kalian tiba-tiba dipotong tanpa persetujuan dan pemberitahuan dan saat anda menanyakan alasan atas tindakan tersebut, atasan anda hanya menjawab bahwa perusahaan sedang mengalami kekurangan pendapatan.
Atau mungkin anda pernah merasa takut bahwa tiba-tiba anda mendapatkan surat pemberitahuan PHK tanpa alasan yang jelas? Padahal anda adalah satu-satunya tulang punggung keluarga ketika orang tua mulai renta dan saudara kandung masih perlu dana pendidikan.
Mungkin, cuitan salah seorang pengguna di media sosial X ini merupakan validasi atas pertanyaan kita semua. Validasi atas kekhawatiran bersama, melihat laporan Kemenaker tentang semakin bertambahnya jumlah pekerja yang di-PHK setiap bulan.
Mungkin saja, sesungguhnya anda tidak perlu berjuang sendirian dan khawatir untuk mempertahankan hak dan kepentingan anda sebagai pekerja.
Ketika pekerja berjuang sendirian dalam melindungi hak dan kepentingannya, upaya perjuangan akan terasa berat karena posisinya tidak setara dengan perusahaan. Tetapi, jika para pekerja berserikat, maka upaya untuk memperjuangkan hak dan kepentingan pekerja tidak akan terlalu sulit.
Sejatinya serikat pekerja perlu berdiri agar pekerja bisa membangun jembatan komunikasi yang setara dengan perusahaan untuk menyejahterakan hidup pekerja, agar hak-hak dasar kita terpenuhi dan tidak disalahgunakan.
Tetapi, masih ada permasalahan baru yang muncul setelah kita mendirikan serikat pekerja. Kadang kala, ada perusahaan yang diduga “tidak nyaman” bila pekerjanya mendirikan serikat pekerja, seperti yang dialami Solidaritas Pekerja CNN Indonesia (SPCI).
Dinamika Gerakan Serikat Pekerja
Solidaritas Pekerja CNN Indonesia (SPCI) merupakan serikat pekerja yang baru sah berdiri pada 27 Agustus 2024 dan diakui Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Jakarta Selatan.
SPCI sendiri berdiri sebagai tanggapan para pekerja atas pemotongan upah yang terjadi di CNN Indonesia sejak Juni 2024. Berdasarkan pernyataan yang disampaikan Ketua SPCI, Taufiqurrohman, sejak adanya isu tersebut, perusahaan tidak merespon penolakan pekerja dan bahkan menolak ajakan pertemuan.
Penyelewengan ini yang menjadi alasan bagi pekerja CNN Indonesia untuk mendirikan serikat pekerja.
Tetapi yang terjadi dalam 4 hari sejak berdirinya SPCI, yakni 31 Agustus 2024, 14 pekerja yang tergabung justru mendapatkan surat cinta berupa PHK sepihak dan langsung diputus aksesnya terhadap pekerjaan mereka.
Saya berpendapat bahwa tindakan ini termasuk upaya intimidasi perusahaan kepada SPCI dan merupakan ancaman pemberangusan serikat pekerja alias union busting.
Padahal, kebebasan berserikat merupakan hak asasi manusia (HAM) warga negara yang dilindungi oleh UUD NRI 1945, UU HAM, hingga Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.
Ditambah lagi, UU Serikat Pekerja melalui Pasal 28 memberikan perlindungan ekstra terhadap segala upaya yang dimaksudkan untuk mengancam keberadaan serikat pekerja. Entah dengan cara PHK, penurunan jabatan, mutasi, memotong upah, atau intimidasi dalam bentuk apapun.
Pasal 43 UU Serikat Pekerja menjamin perlindungan itu dengan memberikan sanksi pidana penjara dan denda bagi siapapun yang melanggar ketentuan Pasal 28.
Di satu sisi, Pemimpin Redaksi CNN Indonesia, Titin Rosmasari, menyatakan bahwa kondisi finansial perusahaan CNN Indonesia memang sedang mengalami penurunan sejak Oktober 2023.
Berbagai upaya dilakukan manajemen perusahaan agar perusahaan terus berjalan selagi memulihkan kondisi, termasuk pemotongan upah selama tiga bulan.
Perusahaan sendiri sebenarnya sudah mengantisipasi kemungkinan adanya penolakan dari pekerja, sehingga perusahaan mengajukan kompensasi melalui PHK kepada beberapa orang yang menolak pemotongan tersebut, diantaranya para pengurus dan anggota SPCI.
Walau begitu, menurut saya fakta terjadinya penurunan kondisi finansial perusahaan tidak bisa menjadi pembenaran untuk melakukan pemotongan upah, PHK sepihak, maupun menolak ajakan pertemuan dengan pekerja.
Strategi Pertahanan Serikat Pekerja
Setidaknya ada tiga solusi yang saya coba tawarkan atas permasalahan ini. Pertama, para pekerja yang mengalami pemotongan upah harus tetap dibayarkan sisa upahnya ketika keuangan perusahaan sudah membaik. Setidak-tidaknya, pelunasan upah bisa dilakukan dengan sistem cicilan.
Perusahaan perlu memberi jaminan bahwa upah yang dipotong akan dibayarkan dan SPCI wajib untuk mengawal hak para pekerja yang mengalami pemotongan upah.
Ditambah perusahaan yang menyatakan bahwa sejak bulan kedua pelaksanaan pemotongan upah, kondisi finansial perusahaan mulai membaik sehingga seharusnya perusahaan tetap bisa membayar “hutang upah” mereka.
Kedua, perusahaan (tidak hanya CNN Indonesia) perlu mengubah pandangan bahwa serikat pekerja dibentuk bukan untuk memberontak perintah atau kebijakan pengusaha. Serikat pekerja didirikan untuk membangun ruang komunikasi dan meningkatkan posisi tawar pekerja.
SPCI pun didirikan karena manajemen perusahaan belum pernah menunjukan itikad baik untuk bertemu dan duduk bersama merundingkan masalah sejak terjadinya pemotongan upah. Ditambah, PHK sepihak justru terjadi kepada pekerja setelah SPCI berdiri dan akses pekerjaan langsung diputus dihari yang sama.
Menurut saya adalah omong kosong jika perusahaan mencari pembenaran bahwa PHK dan pendirian SPCI tidak berkaitan sama sekali.
Ketiga, jika memang terbukti bahwa perusahaan melanggar Pasal 28 UU Serikat Pekerja, maka PHK yang dilakukan menjadi batal demi hukum alias dianggap tidak pernah terjadi, sehingga Pasal 153 UU Ketenagakerjaan memberi perlindungan agar para pekerja yang di PHK wajib untuk dipekerjakan kembali oleh perusahaan CNN Indonesia.
Selain itu, SPCI harus tetap berdiri dan mempertahankan posisinya sebagai serikat pekerja karena kebebasan berserikat bagi pekerja adalah HAM dan apapun upaya menghalangi-halangi dan memaksa merupakan tindak pidana kejahatan.
Kehadiran SPCI juga menjadi penting bagi para pekerja CNN Indonesia agar posisi tawar pekerja menjadi lebih kuat dan mencegah segala tindakan sewenang-wenang terjadi kepada pekerja.
Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Bima Chrisanto