Hidup dalam Kesederhanaan; Beristirahat dalam Kedamaian (Jakob Oetama, 1931 – 2020)

Di siang yang cukup memusingkan akan deadline kerjaan, tiba-tiba terdengar teriakan dari belakang “Hah? Meninggal?”. Jiwa kepo-ku meronta-ronta. Langsung kubuka tab Whatsapp di komputerku, kubuka kolom chat bersama salah satu teman, dan bertanya, siapa yang meninggal. “Pak Jakob,” ketiknya kemudian.

Deg. Kaget. Pun ada rasa sedih di dalamnya. Kenal? Tidak. Pernah bertemu? Belum. Mengagumi? Tentu. Salah satu alasan mengapa bekerja di Kompas Gramedia menjadi impianku adalah karena Jakob Oetama. Sikap humanisnya dan selalu memanusiakan manusia banyak kudengar selama di bangku kuliah. Kisah masa hidupnya memang menjadi inspirasi banyak orang.

Semangat juang dalam kesederhanaan dan kerendahan hati terpancar dari sosok Jakob Oetama. Terlihat dari begitu banyak orang yang kehilangan sosok Bapak Pers dan Jurnalistik Indonesia.

“Almarhum bukan sekadar tokoh pers, pendiri, dan pemimpin surat kabar harian Kompas atau Kelompok Kompas Gramedia, melainkan juga adalah tokoh bangsa ini,” ungkap Presiden Joko Widodo di halaman pertama harian Kompas, 10 September 2020.

Sosok yang lahir di Magelang 88 tahun silam ini memulai karirnya dengan menjadi seorang guru. Sambil mengajar, Bapak Jakob Oetama melanjutkan studinya di Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta dan Fakultas FISIP Jurusan Publisistik di Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Setelah mengakhiri karirnya sebagai guru, beliau mendirikan majalah Intisari bersama PK Ojong yang diterbitkan pertama kali pada 17 Agustus 1963.

Dua tahun kemudian, dua sahabat ini mendirikan surat kabar Kompas dan lima tahun setelahnya mendirikan toko buku Gramedia. Setelah itu, Kompas Gramedia Group terus maju dan berkembang hingga sekarang.

Semangat juang Bapak Jakob Oetama tak pernah padam hingga akhir hayatnya. Romo Sindhunata, sebagai pemimpin misa pelepasan jenazah sekaligus orang terdekat beliau mengatakan bahwa Jakob Oetama merupakan sosok rendah hati, sederhana, yang selalu semangat mengembangkan Kompas Gramedia. Beliau tak pernah melihat Kompas Gramedia sebagai harta kekayaan yang beliau punya, tetapi sebagai ladang yang Tuhan berikan bagi beliau untuk berkarya.

Sesuai kutipan yang pernah beliau katakan, “Hidup ini seolah-olah bagai kebetulan-kebetulan, tapi bagi saya itulah Providentia Dei, itulah penyelenggaraan Allah.” Providentia Dei, merupakan sebuah makna kerendahan hati bahwa selalu ada campur tangan Ilahi dalam setiap usaha dan ucapan syukur, keyakinan yang selalu beliau bawa dalam mengembangkan Kompas Gramedia.

9 September 2020, Pahlawan pers Indonesia telah meninggalkan kita. Meninggalkan teladan, ilmu, humanisme, dan inspirasi bagi banyak orang. Kami berduka. Kami kehilangan. Kami bersedih. Namun, di sinilah beliau meninggalkan jejak kebaikan yang harus diteruskan. Terima kasih atas segala jasa yang telah diberikan. Berjalanlah dengan kerendahan hati dalam keabadian Ilahi. Damailah bersama Bapa di surga, Bapak Jakob Oetama.

Perpisahan selalu melekat dengan pertemuan,
yang membedakan hanyalah jejak yang ditinggalkan.
Selamat jalan, kebaikan.

(10 September 2020 – setelah bertemu untuk pertama dan terakhir kalinya)

 

Editor: Agustinus Rangga Respati

 

Artikel Terkait:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts