Perjalanan Grup Hip Hop “Ninja Dingdong” Melalui Kitab Seninya

Para personil Ninja Dingdong memang sudah memiliki semacam kitab seni yang berisi ketertarikan akan semiotika kesenian dan beragam bacaan tak terkecuali puisi dan cerpen.


“Kami suka hip hop, tapi awal berdirinya grup kami bukan dari skena hip hop melainkan acara kesastraan dan baca puisi,” ucap Don Prawiro suatu waktu.

Ya ini dia Ninja Dingdong, grup hip hop asal Jogja bagian selatan, alias Sewon Bantul. Siapa sih yang gak tahu Sewon, biasanya anak-anak muda pada nyebutnya Sewonderland. Nah di Sewonderland ini, biasanya sering kita temui anak-anak muda yang berkecimbung di dunia kesenian, ya salah satunya grup hip hop satu ini; Ninja Dingdong.

Ninja Dingdong lahir pada bulan Juli tahun 2017, jangan tanya tanggal berapa sebab personilnya saja lupa tanggalnya teman-teman. Wajarlah, waktu itu mereka lagi gak sadar diri, mbuh ngombe opo (gak tahu minum apa).

Don Prawiro dan Pragcrack bercerita kalau mereka awalnya diajak salah satu dosen di Institut Seni Indonesia Yogyakarta mengisi acara baca puisi dan kesastraan. Mereka yang sama-sama memiliki kesukaan musik hip hop akhirnya memiliki ide untuk melontarkan isi pikiran dan intuisinya dengan beat hip hop.

Pragcrack juga mengaku bahwa mereka pada saat itu belum punya lagu. “Intinya kita ngalir aja dengan isi suara hati kita,” tutur Pragcrack sembari ngekek-ngekek (ketawa-ketawa). Saat persiapan mengisi acara tersebut, Don Prawiro mengungkapkan bahwa satu lagu yang masih diraba-raba dengan intuisi bisa berdurasi 9-15 menit.

Cuss, kita bahas pas mulai terbentuknya nama Ninja Dingdong. Nama tersebut sudah disepakati oleh Don Prawiro, Pragcrack, dan DJ-nya yang bernama Jeam Mose.

Nama bukanlah sembarang nama. Nama ini diambil dari cita-cita mereka yang ingin ke negeri Sakura dan negara Paman Sam. Nah dari sana, mereka bersepakat bahwa Jepang memiliki simbol ninja.

“Udah ketemu nih simbol Jepang itu ninja. Nah masalahnya yang Amerika kita bingung simbolnya apa? Sebenarnya cita-citaku tuh pengen ke Las Vegas biar bisa maen judi. Ketok gayeng yo, masa iya kita beri nama Ninja Poker, nanti malah dikira situs judi online,” papar Don Prawiro sambil ketawa-ketiwi karena candaannya.

Akhirnya mereka dapat ide nama Ninja Dingdong karena namanya yang terdengar lucu. Selain lucu, “dingdong” juga merupakan salah satu permainan zaman dulu yang menghasilkan uang. Orang-orang yang hidup di tahun 1990-2000-an awal pasti tahu apa itu dingdong. Hahaha.

Panggung pertama Ninja Dingdong  ketika acara FTRN (Festival Teater Remaja Nusantara) 2017 yang berlangsung di jurusan teater, ISI Yogyakarta. Siapa anak Teater ISI yang gak tahu mereka sih, ya karena emang personilnya anak jurusan Teater. Hahaha.

Jadi, teman-teman itulah yang selalu siap hadir dan mendukung Ninja Dingdong.

Sebagai anak teater yang suka musik hip hop, para personil memang sudah memiliki semacam kitab seni yang berisi ketertarikan akan semiotika kesenian dan beragam bacaan tak terkecuali puisi dan cerpen. Dari sanalah mereka punya bekal dalam berkarya.

Bukan cuma perkara teoritis pengetahuan seni, namun setiap personil juga punya pengalaman pahit masing-masing yang kerap menjadi eksplorasi wujud lagu hip hop

Mereka yang berkecimbung sebagai pegiat sastra dan selalu menyelidiki isi kata-kata yang memiliki makna intuitif, entah itu tertulis atau sudah mewujud lagu, tidak menutup kemungkinan mereka akan mendeteksi rima dan makna yang dilantunkan oleh Ninja Dingdong.

Okay, Ninja Dingdong berikutnya perform di acara musik reggae. Di sinilah akhirnya bisa tampil di panggung musik. Walaupun memang bukan ranah hip hop tapi yang penting bisa membuka relasi dengan teman-teman musik lain kata Don Prawiro. Dari sinilah akhirnya grup Ninja Dingdong membuka relasi yang lebih luas dengan teman-teman skena hip hop yang ada di Jogja, termasuk Workkingdog dan NOK37.

Hingga saat ini, sudah ada beberapa lagu yang dirilis dalam bentuk musik video di platform YouTube. Lagu andalan tersebut antara lain X, Fakta Puitik, Southside Return, dan On The Map. Curi dengar, Ninja Dingdong juga sempat direspons oleh Tuantigabelas, loh.

 

Editor: Arlingga Hari Nugroho

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Jejak Langkah yang Memudar dalam Skena Underground Singaraja

Next Article

Ary Juliyant: Kalau Terkenal, Berarti Saya Gagal