Tiga tahun belakangan, nama Didi Kempot tidak pernah lepas dari sorotan. The Godfather of Broken Heart ini menempatkan campursari di panggung yang megah gemerlap. Panggungnya selalu penuh dengan anak-anak muda yang merembih. Hari ini, kita semua kehilangan sosoknya.
Dionisius Prasetyo adalah anak dari Ranto Edi Gudel, seorang pelawak kondang asal Surakarta. Sejak kecil, dia sering dibawa ayahnya ke panggung bersama kakaknya, Mamiek Prakoso. Menurut penuturannya, sang ayah tidak pernah berteori, tetapi langsung praktik di panggung. Dari sana, kecintaan Didi kecil pada kesenian mulai merekah.
Didi Kempot mengawali proses keseniannya sebagai pengamen jalanan di Surakarta pada tahun 1984. Setelah menukar sepeda pemberian ayahnya dengan gitar, dia mantap menjadi penyanyi.
Tahun 1987, ia kemudian menjajal peruntungannya di Jakarta. Daerah Palmerah dan Slipi adalah saksi bisu Didi muda merawat mimpinya. Kalau terbawa bus kota, dia bisa juga sampai Grogol dan Cililitan. Didi menyewa kamar sederhana di daerah Kemanggisan. Di sana, nama Kempot lahir, akronim dari Kelompok Pengamen Trotoar.
Baca juga: Didi Kempot dan Ekspresi Emosi: Patah Hati Itu Milik Siapa Saja
Suatu ketika di Jakarta, dia pernah secara tidak sengaja ngamen di depan rumah teman Mamiek, pelawak grup Srimulat. Dia mendapatkan uang yang cukup banyak dari rumah tersebut. Tak di sangka, ternyata saat itu Mamiek sedang ada di sana dan memanggil dia saat sudah pergi beberapa meter.
Didi Kempot adalah sosok yang teguh pada jalannya. Di saat Mamiek sudah tenar di Jakarta dengan Srimulat, dia tetap menjalani laku campursari sebagai jalan keseniannya. Kesenian ini juga yang membawa Didi Kempot ke puncak karirnya.
Soal kegemarannya menyanyikan lagu berbahasa Jawa memang berangkat dari kebiasaannya semenjak di rumah. Namun, lebih daripada itu, dia punya harapan besar supaya anak muda kelak tidak malu untuk berbahasa dan menyanyikan lagu Jawa. Hal itu sempat ia rasakan benar saat lagunya “Stasiun Balapan” kondang tahun 2000-an. Salah satu cita-citanya terwujud, campursari lebih luas di kenal.
Soal melejitnya nama Didi Kempot beberapa tahun terakhir, pemicunya adalah konser di Balekambang tahun 2018. Saat itu, Didi menyadari benar ada segerombol anak muda yang datang menonton konsernya. Kejadian itu adalah hal yang janggal.
Dia mafhum benar, itu bukan orang-orang yang biasa menontonnya. Keesokan harinya barulah ramai julukan-julukan yang tersemat di dalam dirinya sampai sekarang. Lepas dari itu, Didi Kempot lebih bahagia karena sekali lagi keinginannya terwujud. Anak muda tidak malu menyanyikan lagu berbahasa Jawa.
Di balik kegemarannya membuat lagu dari nama-nama daerah di Indonesia, ada sebuah misi yang diemban. Dia mengharapkan agar orang saling menghargai dan mempromosikan apa yang ada di negara ini. Hal tersebut wajib dilakukan meskipun seseorang bukan berasal dari daerah tersebut.
Baca juga: Sapardi Djoko Damono dalam Ingatan
Beberapa tempat yang pernah digubahnya menjadi lagu antara lain Pantai Parangtritis, Pantai Klayar, Nglanggeran, Tanjung Perak, dan Trenggalek. Selain tempat-tempat di Indonesia, dia juga pernah menciptakan lagu tentang Suriname, negara yang kita tahu banyak terdapat orang Jawa.
Saat ini, Didi Kempot Official Channel di Youtube memiliki 1,18 juta subscriber. Sementara itu, lagunya didengarkan lebih dari setengah juta kali per bulan di aplikasi streaming Spotify. Di aplikasi yang sama, dia memiliki 180 ribu lebih pengikut. Sedangkan, di Instagram, akun yang dikelola tim komunikasi digitalnya diikuti hampir setengah juta pengikut.
Sebelum kepergiannya, dia sempat terlibat dalam kegiatan sosial untuk penggalangan dana penanganan Covid-19. Konser amal yang diselenggarakan Kompas TV tersebut mampu menghimpun Rp7,6 Miliar. Dalam konser ini, ia menyanyi selama tiga jam.
Sebelumnya, dia juga terlibat dalam konser yang dibuat Narasi TV. Dia juga baru saja merilis lagu “Ojo Mudik” sebagai bentuk imbauan kepada masyarakat dalam menghadapi pandemi ini.
Didi Kempot adalah seorang legenda. Hari ini, 5 Mei 2020 kita kehilangan sosoknya. Didi Kempot meninggal di Rumah Sakit Kasih Ibu di Solo, Jawa Tengah pada pukul 07.45 WIB. Selamat jalan Didi Kempot, The Godfather of Brokenheart. Sekarang, kami semua patah hati. Namun seperti katamu, “Opo wae sing dadi masalahmu, kuat ora kuat kowe kudu kuat, tapi misal e kowe uwis ora kuat tenan, yo kudu kuat”.
Editor: Endy Langobelen
(ANTARA FOTO/RIVAN AWAL LINGGA)