Akhir tahun 2022, tepatnya pada tanggal 2 & 3 Desember, sebuah kolektif muda bernama Zizaluka Project menggelar pertunjukkan teater yang diadaptasi dari naskah puisi “Bangun Pagi Bahagia” bertempat di Lembaga Indonesia Perancis, Jl. Sagan no.3, Terban, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta.
Berawal dari pertemuan Zizaluka dengan naskah Andy Sri Wahyudi, seniman senior pantomime, penulis naskah teater dan peramu puisi. Bangun Pagi Bahagia menjadi salah satu penanda penting dalam perjalanan seniman Andy SW, merupakan perpanjangan dari naskah- naskah puisi yang ditulisnya dan pernah dipentaskan keliling sekitar 15 kota sebagai pertunjukan teater.
Zizaluka Project merupakan kolektif baru dengan beberapa pionir di dalamnya terjalin pertemanan dari satu angkatan di kampus ISI Yogyakarta, dan telah berpengalaman pada dunia seni, terlebih teater, film, artistik panggung, serta manajemen seni. Satu hal yang menjadikan atmoster kreatif di Sewon ini terjaga karena nilai edukasi-kultural yang masih dilestarikan kepada setiap generasi. Diantaranya pentas perdana yang diikuti seluruh mahasiswa satu angkatan, terlibat dalam manajemen seni sebagai ujian praktek mata kuliah, baik lintas angkatan, jurusan, dan fakultas, serta terjadinya proses saling mengenal ragam budaya dari setiap mahasiswa.
Memang tidak setiap generasi dapat melahirkan atau menghadirkan satu kolektif tertentu misalnya. Maka dari itu, patut mendapat apresiasi ketika Zizaluka berupaya menjadi kolektif berbasis pertemanan mahasiswa yang tentu juga menjaga relasi hangat dengan kampusnya. Sebagai contoh Teater Garasi dahulu kisaran tahun 90an lahir dari relasi pertemanan mahasiswa kampus Fisipol UGM, kemudian tumbuh berkembang hingga kini. Barangkali boleh disampaikan kepada kolektif Zizaluka agar dapat stabil berkembang, dimulai pada tahun 2022 ini.
Sebuah Pertemuan Lintas Generasi
Satu hal yang menarik diperhatikan adalah pertemuan Zizaluka dengan penulisnya secara langsung yakni, Mas Andy. Mas Andy yang menjadi bagian dari seniman kelahiran era 80-an tentu mendapati pengalaman lebih beragam, terlebih saat karyanya disandingkan dengan bara apinya Zizaluka. Terutama mengenai perubahan cara pandang karya seni dalam kesadarannya sebagai bagian masyarakat serta keotonomannya pada ruang politik. Dalam hal ini, tentu Zizaluka menyadari bahwa sebuah produksi karya seni, khususnya teater membutuhkan satu konsentrasi tersendiri untuk dapat mencukupi kebutuhannya. Kemudian Zizaluka mengawali debutnya untuk berproduksi secara mandiri dan segala upaya menghidupkan baranya tersebut.
Pertemuan generasi ditegaskan ketika menyoroti Mas Andy yang sedang melihat teks-nya dibaca dan dipanggungkan oleh generasi muda, penanda dari kelahiran 90-an. Bahkan jika dilihat dari keseluruhan tim produksi Zizaluka, banyak anak muda kelahiran 2000-an yang turut menjadi bagian dari pertemuan ini.
Pertemuan mengenai ingatan sejarah perasaan Mas Andy, tentang; Reformasi, Cerita Cinta, Pandangan Kebangsaan, hingga upaya menjadi yang Kosmopolit.
Zizaluka mendesain komposisi materi panggung dengan strategi yang hemat, tepat, dan akurat. Kain tembus pandang berwarna putih membagi panggung menjadi tiga bagian; bagian paling belakang yang terdapat kursi berwarna putih, tengah, lalu di bagian depan terdapat kotak level tangga putih. Kain diletakkan secara penuh bersejajar tiga bagian, dengan menyisakan jalan tengah sebagai akses jalan permainan aktor. Perlu ditegaskan kembali, jalan tengah digunakan sebagai jalur perpindahan atau perubahan peristiwa demi peristiwa, termasuk dapat menjadi penanda dari satu simpul tema pertunjukan. Ya, jalan tengah.
Nampaknya menyiratkan sebuah pesan tanda yang berelasi dengan sekian variabel tema yang diujarkan pada naskah Bangun Paginya Mas Andy ini.
Pada bagian ruang belakang seorang perempuan dan laki-laki duduk disana. Sepanjang pertunjukan mereka duduk terdiam, tanpa berinteraksi. Laki-laki sempat mengarahkan kamera yang mengikuti salah satu aktor dan terlihat visualnya pada kain putih. Perempuan disampingnya mengenakan dress panjang, bando di kepala, semuanya seirama berwarna merah muda bermotif bunga. Perempuan ini beberapa kali menyampaikan puisi di sela peristiwa tiga remaja, pembawa alur utama pertunjukan. Mereka adalah Frank, Bob, dan Bas yang mewakili pandangan, perilaku, sikap, dan cita-citanya terhadap sebuah bangsa. Permasalahan keluarga sebagai basis komunitas terintim manusia terjadi pada tiga remaja tersebut.
Misalnya Frank dan Bas, tidak mendapat restu atas pilihannya untuk menjadi penyair dan seniman. Klise memang. Tapi memang segala jenis perubahan menagih penyesuaiannya. Termasuk pilihan dan selera gaya hidup setiap generasi. Ketika harus membaginya sebagai generasi orang tua dan generasi muda, semestinya memang jalan tengah mampu berperan sebagai kunci bijak keseimbangan.
Kesadaran untuk menjadi yang kosmopolit disampaikan tiga remaja tersebut ketika jalan tengah untuk mencukupi kebutuhan ekonominya dipilih dengan mengoptimalkan potensi pariwisata. Ketiga remaja terlihat dengan gaya komikal menyambut tamu asing, bercakap dengan bahasa asing, dan menyampaikan segala potensi bangsanya. Namun jalan tengah terkadang juga memiliki kontradiksinya, ketika setiap perilaku dan keputusan mengandung kepentingannya masing-masing.
Perempuan dan Puisi
Kehadiran perempuan dan puisinya dapat dikatapula sebagai titik balik setiap puncak demi puncak dramatika yang terbangun, serta mengisyaratkan menjadi penengah dari sekelumit perdebatan tiga remaja, yang pada akhir pertunjukan perempuan tersebut menjadi sosok imaji yang akan datang dari planet Jupiter. Sosok yang diidamkan akan hadir sebagai kekasih dari Bas, setelah jalan tengah yang dipilih Frank dan Bob adalah berumah tangga dan giat bekerja. Sedangkan Bas masih menantikan kekasihnya, yang barangkali masih dalam perjalanan dari Jupiter.
Kunci jalan tengah mengisyaratkan berkehidupan pada era keterbukaan ini, mesti diupayakan untuk selalu dinamis terhadap perubahan dan perkembangan. Pendidikan, ekonomi, teknologi, kesehatan, dan beberapa lainnya yang menjadi sektor utama kehidupan mestinya dapat lentur menanggapi kegagapan dari segala pengaruh yang terus menggoyahkan. Begitu juga teater dan puisi, tantangannya adalah bagaimana mampu mengolah dan mengungkapnya.
Karena puisi terlebih seni adalah ungkapan yang nurani, tumbuhnya dari hati. Kalau puisi hingga seni semakin terbatas untuk tersaji, ya bagaimana. Tersebutlah segala hal yang tersembunyi dan tersampaikanlah perasaan yang seringkali mendekam pada almari, bahwa sejarah perasaan nyata adanya. Begitulah bahasa dan estetika saling menumbuhkan, seperti teater dan puisi, seperti sajian pamungkas dari perempuan yang menyempurnakannya dengan sebuah puisi.
Biarkan kami membuat sejarah dari kerlip bintang dan fajar menyingsing. Sebab hari depan adalah pernyataan. Adalah kepalan tangan kami.
Dan tercatat pada setiap jejak langkah:
Lupa adalah berhala.
Lupa adalah binasa.
Ingatan adalah senjata.
Ingatan adalah nyawa!
Catatan seorang penonton teater dan tinggal di Yogyakarta.
Editor: Tim SudutKantin
Uwuwuwuw… Senang membacanya…