Si Aku adalah panggilannya. Sebelum ia berkenalan dengan Si Dewasa, ia adalah anak yang menikmati masa tumbuh dan kembangnya dengan rasa bahagia. Dulu ia gampang sekali bila ingin bahagia. Namun, setelah ia mengenal Si Dewasa, ia berubah dan merasa menderita. Banyak terjadi negosiasi antara Si Aku dan Si Dewasa karena mungkin ia belum terlalu mengenal dekat Si Dewasa.
Ia dipaksa berkenalan dengan Si Dewasa. Kalau tidak, ia bisa mati terlindas oleh zaman. Si Aku pun bertanya kepada Si Dewasa.
“Mengapa aku harus berkenalan denganmu? Aku rasa aku sudah nyaman berada di sini,” tanya Si Aku.
“Semuanya pasti bakal berubah. Kalau kau tidak mau berkenalan denganku dan terus saja berada di zona nyamanmu, kau akan mati,” jawab Si Dewasa.
Seiring berjalannya waktu, Si Aku mulai berjalan perlahan-lahan untuk mengenal Si Dewasa. Banyak yang harus dikorbankan bila ingin berkenalan dekat dengan Si Dewasa. Si Aku yang tadinya malas, cengeng, dan manja berubah menjadi rajin, kuat, dan pemberani.
Si Aku merasa tehambat jalannya dengan apa yang ada di lingkungan sekitarnya. Ini membuatnya sedikit lambat untuk mengenal Si Dewasa. Seperti berada di lingkungan penuh dengan sampah yang sangat kotor, Si Aku tidak bisa melihat jalan dengan jernih yang ada di depannya. Hal ini membuat Si Aku bingung dan merasa tak tahu tujuan untuk melanjutkan perjalanannya, untuk bisa sampai ke tempat Si Dewasa.
Si Aku sering bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. “Siapa aku? Di mana aku? Dan mau kemana aku?” Si Aku beranggapan bahwa sering bertanya kepada dirinya sendiri akan mengembalikan Si Aku ke jalur yang tepat untuk berkenalan kembali dengan Si Dewasa.
Ia merasa seperti pohon cemara yang ingin ditanam di daerah pesisir pantai yang lingkungannya tidak mendukung untuk ditumbuhi pohon cemara. Sebaliknya juga, seperti pohon kelapa yang ditanam di daerah pegunungan; tempat yang tidak cocok untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Menurut Si Aku lingkungan yang menghambat ia berkenalan dekat dengan Si Dewasa.
Walaupun Si Aku sering tidak sejalan dengan lingkungan untuk mengenal Si Dewasa, ia mendapat pelajaran dari lingkungan waktu dia sedang berjalan di jalan yang lingkungannya penuh dengan sampah.
“Ya Tuhan mengapa sekarang aku berada di lingkungan seperti ini?” Doa Si Aku saat sedang mempertanyakan dirinya terhadap keadaannya.
“Tidak usah larut dalam lingkungan yang tidak selaras denganku ini. Jangan membenci apapun, sebarkan cinta kepada semua itu terus tumbuh dan berkembang, tidak ada yang bisa menyelamatkanmu kecuali dirimu sendiri. Buang prasangka apapun itu dan semua akan baik-baik saja. Lakukan tugas yang ada sekarang, dengan begitu kau mengikuti kehendak alam yang diberikan kepada engkau. Terima apa yang alam berikan kepadamu, dengan begitu kau akan selamat. Keraslah kepada diri dan lembutlah kepada orang lain,” tiba-tiba ada yang menjawab.
Seperti yang sering kita dengar, kata-kata adalah doa. Mungkin ini adalah jawaban atas doa dari Si Aku.
Si Aku merasa dirinya sudah berjalan cukup lama. Ia sudah berdoa, tapi merasa hanya berjalan di tempat yang sama, tidak berpindah ke mana-mana. Ia baru menyadari, ia berjalan di atas tumpukan sampah yang begitu banyak. Ia berpikir untuk mencoba mengubah perilakunya sedikit demi sedikit, mengubah perilakunya untuk membersihkan sampah yang ada di jalan agar ia bisa berjalan kembali mencapai tujuannya. Ia juga dapat menyimpulkan, bila ingin mengenal Si Dewasa bukan hanya soal beberapa lama waktunya tapi juga soal perilakunya.
Editor: Agustinus Rangga Respati
Foto: Rahma Kusuma