Menggabungkan kata “Indonesia”, dengan kata kerja “bergoyang”, tentu akan mengundang banyak komentar, perspektif pemikiran, bahkan hingga pelisanan pengetahuan.
Panggung milik siapa? Mau ngapain?
Yakin? Di panggung kamu ngajak bergoyang? Atau, butuh digoyang?
Tersiar kabar, pada tanggal 19 Desember 2020 akan dilangsungkan pentas kolaborasi berjudul “Dang-Dor (Indonesia Bergoyang)” dari Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta. Dengan medium internet, panggung dibuka melalui channel Youtube Fakultas Bahasa dan Seni UNY, pukul 19.00. Malam nanti, jika kamu penasaran, silahkan menilik. Kira-kira, bagaimana sih mereka akan menggoyang Indonesia?
Apakah masih menjadi hal yang menarik, ketika sekelompok mahasiswa entah dengan latar ekosistem apapun, membicarakan Negaranya?
Atau, memang sudah menjadi hal usang ketika dialektika coba dijalankan. Termasuk dengan medium panggung seni. Atau, ada cara-cara lain? Strategi teranyar, mungkin?
***
Menggabungkan kata “Indonesia”, dengan kata kerja “bergoyang”, tentu akan mengundang banyak komentar, perspektif pemikiran, bahkan hingga pelisanan pengetahuan.
Kemudian jika memang bergoyang, pada panggung apa?
Karena mungkin saat ini, panggung tidak hanya milik seni pertunjukan saja. Dan memang sudah sejak lama berkembang. Cuman, momen-momen saat ini lebih menegaskan. Beberapa yang berkembang pada kehidupan, termasuk bahasa mengalami perluasan serta pengembangan.
Panggung menjadi sebuah medium, pada modus tertentu, gagasan hingga materi dipertahankan, sekaligus menjadi bahan taruhan.
Ah, masa gitu sih!
Jika pada sebuah panggung tersemat pemahaman hal demikian, tentu menjadi luas.
Ketika panggung teater (masih) memilih penontonnya, mungkin yang terjadi pada panggung lainnya akan memilih aktor dengan karakter serta perannya, artikulasi bahasa, dialektika, sekaligus menegaskan pada sebuah agenda.
Barangkali demikian, jika memang itu terjadi pada beberapa panggung, seperti: Panggung Politik, Panggung Agama, Panggung Budaya, Panggung Seni, Panggung Teater, Panggung Sosial, Panggung Hiburan, dan mungkin ada lainnya.
***
Jika pada sebuah teater, dramaturgi menjadi beberapa langkah cara untuk “menanggapi” panggung, untuk merumuskan sistem komunikasi yang baik terhadap teater dengan penontonnya.
Kehadiran konflik, biasanya menjadi khas teater menghadirkan alur, bersambut penyelesaiannya.
Kemudian bagaimana dengan panggung-panggung lainnya ya.
Butuh digoyang? Atau, justru diganyang? Pilih mana, Sayang?!
Dhony Hawk
Blokosutho.Farm
(Art, Nature, Culture)
Editor: Arlingga Hari Nugroho