Semua cerita dapat kita ceritakan kepada keluarga. Namun seorang teman sejati, layak mendapat tempat sebagai kepercayaan setelah keluarga.
Sudah hampir beberapa bulan tidak menulis. Bukan karena tidak ada yang mau ditulis, tetapi terlalu menyibukkan diri dengan jalan-jalan. Sampai akhirnya kembali disibukkan dengan kuliah dan tugas akhir. Pulang kembali dengan kondisi yang seperti ini memang pilihan. Beberapa bulan kemudian, akhirnya kesampaian juga menulis tentang yang satu ini.
Bagi teman-teman yang sudah menonton film Good Will Hunting (1997) beruntunglah kalian; sudah bertemu dengan apa itu pilihan hidup, bagaimana kita menghadapi realita dengan idealis yang kita punya, hingga bagaimana bersikap terhadap teman.
Berawal dari obrolan di kedai kopi. Bertanya beberapa film favorit yang cocok untuk ditonton sendirian dan bisa menampar pipi ini. Awalnya diberikan beberapa judul film, tapi ada satu film yang dikatakan sangat lambat temponya. Butuh konsentrasi yang besar untuk mencernanya. Good Will Hunting menjadi daftar film pertama yang akan saya tonton dari beberapa film yang disarankan oleh teman saya.
Ternyata benar film ini sangat lambat temponya. Kadang membuat saya sedikit gemas untuk mengetahui ending dari film ini. Bagaimana tidak, permasahan yang dimunculkan sangat banyak. Mulai dari seorang pemuda bernama Will Hunting yang jenius tapi tidak tahu apa yang mau dilakukannya. Beruntungnya dia punya beberapa teman untuk diajak sekadar ngobrol ataupun nongkrong. Sama seperti Idna yang di masa akhir studinya masih memiliki beberapa teman untuk diajak bertemu.
Tempat Curahan Hati
Saat pulang ke Jogja, Idna tidak pernah mengabari kepulangannya walaupun banyak teman yang kadang bertanya apakah sudah pulang dari kampung. Tapi, memang selalu seperti itu Idna. Mulai dari awal kuliah membawa beberapa pengalaman hingga saat ini masih terus mencari pengalaman baru dari hal-hal baru dan bertemu teman-teman baru.
Sampai pada titik ini menemukan beberapa teman yang pantas untuk bisa berbagi cerita. Layaknya Will yang butuh seorang teman saat dia tidak tau apa yang ingin dilakukannya. Begitu juga Idna. Berbagi cerita kepada orang lain adalah hal yang sulit (kadang) karena merasa diri kuat untuk menjalani hidup dengan pengalaman dan ilmu yang dimiliki.
Tetapi namanya manusia, mahluk sosial, tetap saja butuh orang lain untuk memberi masukan atau bahkan sampai menampar permasalahan hidupmu. Beberapa orang tidak menyadari teman adalah tempat curahan hati tentang masalah hidupnya. Entah itu masalah keluarga, cita-cita, sampai masalah percintaanmu dengan perempuan.
Hingga sampai pada cerita yang sangat sensitif. Semua itu terjadi karena dia merasa pantas untuk menceritakan kepada temannya. Kadang waktu begitu cepat beralalu saat sedang berkumpul bersama teman dan bercerita tentang yang baik hingga yang kurang baik sekalipun.
Teman Pantas Mendapat Kepercayaan
Semua cerita dapat kita ceritakan kepada keluarga. Tapi untuk Idna yang pergi merantau dan hanya memiliki teman sebagai tempat curahan hati kedua, pantas mendapat kepercayaan setelah keluarga. Berbagi cerita adalah salah satu cara yang dipercaya dapat membuat perasaan lega walaupun hanya sedikit.
Saat teman sudah mempercayakan ceritanya dibagi kepada kita apa timbal balik dari ceritanya? Tentu kita memberikan pengalaman yang pernah dialami. Akan ada saatnya semua yang pernah kita pelajari entah itu dari buku, pengalaman, hingga film tidak bisa membuat kita menghadapi permasalahan yang ada.
Sampai pada akhirnya, kita harus membuka diri, berbagi dengan teman yang kita anggap pantas untuk mendapatkannya. Semua itu sudah dibuktikan oleh Will dan Idna. Semua orang tidak akan tau apa yang kita rasakan hanya karena kita membaca beberapa novel, jika tidak kita sendiri yang memutuskan untuk bercerita tentang apa yang kita rasakan, ketakutan kita dan cita-cita kita tentunya.
Will banyak mengajarkan bagaimana cara menghadapi semua permasalahan dengan cukup baik dan berusaha sebaik mungkin untuk melakukan yang terbaik untuk sesuatu yang kita cinta. Kalau boleh mengambil kata dari teman, “Kita semua ini adalah orang-orang yang sunyi. Makanya kita pergi bertemu teman atau pergi kemana saja untuk mengurangi kesepian kita.”
Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto: Miramax/Everett/REX/AP