Panjul dalam Lakon: Efisiensi

Panjul berpeluh menjajaki jalan trotoar yang meleleh di hadapan matahari siang itu. Angkringan Kang Ramto masih sejurus lagi, tapi keringat tak mampu dibendung alis dan berjujuh ke kelopak mata. 

Ia berulang kali terus menyeka keringatnya, tetapi hanya rasa panas yang menyelimuti kepalanya. Tak ada es teh dan kendaraan umum siang itu. Panjul sedang berhemat. 

Lamaran kerja tercekat di pos satpam. Sedang satpam magang itu juga kontraknya sebentar lagi habis. Tak dapat perpanjangan, ia hanya jadi deretan berkas di depan meja HRD.

Setumpuk curriculum vitae berbalut amplop coklat lamaran masih tersimpan di ransel lusuh hadiah beli laptop.

“Lha ya salahmu sendiri Njul kok tidak mau naik bus, sudah tahu jauh ke sini,” ungkap Kang Ramto begitu Panjul masuk.

“Ini namanya efisiensi Kang, laku prihatin,” jawab Panjul.

“Ya kalo memang sudah diniati seperti itu ya jangan mengeluh berarti,” timpal Kang Ramto.

Panjul diam saja, hanya air putih dengan es batu di meja yang sedari tadi ditatapnya. Tak ada es teh hari ini. Efisiensi memaksa Panjul menekan biaya makan dan perjalanannya untuk menyebar lamaran kerja.

“Emang apa salahnya to Kang kalo efisiensi? Ini kan baik, berhemat, memangkas anggaran,” kelah Panjul.

“Ya masalahnya di hari biasa saja kamu juga cekak Njul, sok mau berhemat segala,” sergap Kang Ramto.

Setelah itu, angkringan hening. Suara denting gelas dan piring sesekali terdengar mengiringi langkah Kang Ramto yang mondar-mandir menyiapkan kudapan untuk tamu. 

Tak berselang lama, Prabowo Wijanarko alias Bowie yang punya codet di pipi datang menyetor kacang bawang dan donat kentang. Ia duduk sebentar. Kacang bawang yang semula dibungkus plastik dan direkatkan dengan rapi, kini berganti kemasan kertas minyak warna-warni.

Sedangkan komposisi donat kentangnya memang tak berubah, tapi meses yang digunakannya lebih banyak yang nempel di langit-langit mulut daripada tertelan.

“Kang, pokoknya ini kacang bawangnya jangan sampe kena air ya, harus di toples terus,” ujar Bowie mengingatkan.

“Kacang bawang si masih aman Bow, tapi itu lho donatmu masih sisa banyak kemaren,” jawab Kang Ramto.

“Biasa lah Kang, pasar belum adaptasi sama produk baru,” timpal Bowie.

Melihat peluang di depan mata, Panjul yang sedari pagi belum sarapan mulai mengambil posisi. 

“Bow, aku boleh minta dua nggak donat yang kemaren itu?” ujar Panjul memelas.

“Mau buat apa emangnya Njul? Ini paling habis ini juga tak buat kasih makan bebek,” ujar Bowie.

“Ya sama to Bow, aku juga baru mulai piara bebek,” Panjul mengelak.

Tak lama, Ahong yang piket jaga konter pulsa datang menenteng gelas berisi air putih setengah penuh. Entah itu setengah penuh atau setengah kosong, Ahong tak ambil pusing.

“Kang, minta es batu boleh?” kata dia nyengir kuda.

“Kok le kebebangetan banget to Hong. Kan aku juga bingung kasih harganya kalo kaya gini,” Kang Ramto kesal.

“Ya sorry Kang, ini mendesak juga. Dispenser di konter udah nggak boleh dicolok listrik, jadi nggak bisa minum ari dingin lagi. Hemat katanya,” jelas Ahong.

“Ha sekalian nggak usah pak air galon, nggodok air sendiri kan lebih hemat kalo kaya gitu,” Kang Ramto punya usulan.

“Ha kalo itu jadi boros LPG Kang, piye to?” Bowie ikut komentar.

“Ha wes karepmu kabeh, sing penting tetep jajan nang angkringanku,” Kang Ramto melengos.

Di tengah berbagai siasat berhemat itu, Kang Ramto berpikir untuk apa semua uang yang biasanya dijajakan itu. Hari raya telah lewat, sedang musim hajatan masih jauh. 

Apakah menghemat selalu berarti lebih baik dibandingkan belanja?

Bagi Kang Ramto berhemat mungkin musuh dalam selimut. Ia tentu lebih senang banyak orang menghabiskan uang di angkringannya.

“He kowe kabeh, ngono yo ngono, neng yo ojo ngono,” ujar kang Ramto membelah keheningan angkringan.

Bowie terdiam saja, harga kacang tanah yang mahal telah menggerus modalnya untuk beli plastik kemasan. Ahong yang hanya penjaga konter pulsa sudah siap-siap pesan es teh agar permasalahan air putih di kantornya tak merembet ke angkringan Kang Ramto.

Sedang Panjul, yang memang sedang cekak tak punya pegangan. Setelah mengerat donat kentang milik Bowie ke dalam plastik, langkahnya kian dekat dengan jalan keluar.

Panjul pergi meninggalkan angkringan Kang Ramto. Tak ada es teh hari ini. Hanya utang air putih es yang tidak terbayar.


Editor dan desain sampul: Arlingga Hari Nugroho

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Nyala Lentera Literasi dari Sudut Pasar Buku Bekas

Next Article

Hilmy Fadiansyah: "Zine itu penghubung kabar gerakan di berbagai kota!"

Related Posts