Asmodeus
Ketika tombak menghunjam di langit
dan jalan setapak surga menyempit,
itulah tanda bahwa kita mesti turun
mencari paras dan wajah baru.
Di gurun nestapa naungan insan gelap
yang akan bergaung kidung fajar,
dan bintang kelam sang penulis petaka
yang akan bergaung doa hitam.
Kemudian kita akan saling beradu berahi
di lembar demi lembar halaman kitab
yang tak akan pernah bisa habis dibaca.
O, nelangsa malaikat yang membara
di hati yang menempa murka
hingga tajam menoreh kalbu.
Di kedua tanganku
pekat darah dosa
yang lekat dan nikmat.
Roma 8:5
Andaikan kita mengisi bejana cinta dengan takdir
yang memulangkan burung di udara, dengan kelir
yang menjadikan bintang indah pada malamnya.
Andaikan kita lembah sunyi dalam asupan doa.
Andaikan kita batu karang di tengah suatu sungai
yang arusnya menukik, sedang kita tak tercerai
dan tak tergerus zaman yang bermacam bentuknya.
Andaikan kita gubuk kecil yang tetap bersahaja.
Andaikan kita mudah melangkahi gundukan dunia
yang menggoda sisi manusia tak sempurna,
yang memainkan nafsu pada daging dan darah.
Maka kita adalah pelita di gemerlap cobaan semesta.
X + Y = Z
Mungkin inilah pertama kalinya
kau benar-benar merasa unjuk gigi,
tubuhmu merayakan pesta alam
dengan sekelumit ombak di dada,
ombak yang berderai di pantai perjaka.
Semesta, yang ditunggu begitu lama
menyalakan lilin api keberanian
dan mengucapkan doa sakralnya,
sebuah permohonan paling purba di dunia.
Ketika cinta mengendap di hatimu
dan berahi mencari berkahnya,
kau telah memanggil sang lelaki sejati
dalam dirimu, yang terkubur oleh para leluhurmu,
lelaki dalam imajinasi Taman Eden.