Roma 8:5; Kumpulan Puisi Antonius Wendy

Ilustrasi: eskape

Asmodeus

 

Ketika tombak menghunjam di langit

dan jalan setapak surga menyempit,

itulah tanda bahwa kita mesti turun

mencari paras dan wajah baru.

 

Di gurun nestapa naungan insan gelap

yang akan bergaung kidung fajar,

dan bintang kelam sang penulis petaka

yang akan bergaung doa hitam.

 

Kemudian kita akan saling beradu berahi

di lembar demi lembar halaman kitab

yang tak akan pernah bisa habis dibaca.

 

O, nelangsa malaikat yang membara

di hati yang menempa murka

hingga tajam menoreh kalbu.

 

Di kedua tanganku

pekat darah dosa

yang lekat dan nikmat.

 

 

Roma 8:5

 

Andaikan kita mengisi bejana cinta dengan takdir

yang memulangkan burung di udara, dengan kelir

yang menjadikan bintang indah pada malamnya.

Andaikan kita lembah sunyi dalam asupan doa.

 

Andaikan kita batu karang di tengah suatu sungai

yang arusnya menukik, sedang kita tak tercerai

dan tak tergerus zaman yang bermacam bentuknya.

Andaikan kita gubuk kecil yang tetap bersahaja.

 

Andaikan kita mudah melangkahi gundukan dunia

yang menggoda sisi manusia tak sempurna,

yang memainkan nafsu pada daging dan darah.

Maka kita adalah pelita di gemerlap cobaan semesta.

 

 

X + Y = Z

 

Mungkin inilah pertama kalinya

kau benar-benar merasa unjuk gigi,

tubuhmu merayakan pesta alam

dengan sekelumit ombak di dada,

ombak yang berderai di pantai perjaka.

 

Semesta, yang ditunggu begitu lama

menyalakan lilin api keberanian

dan mengucapkan doa sakralnya,

sebuah permohonan paling purba di dunia.

 

Ketika cinta mengendap di hatimu

dan berahi mencari berkahnya,

kau telah memanggil sang lelaki sejati

dalam dirimu, yang terkubur oleh para leluhurmu,

lelaki dalam imajinasi Taman Eden.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts