Spiritualitas dan Imajinasi David Gilmour | Perayaan 75 Tahun

Tapi biar kuperjelas, bagaimana kita menjelaskan hubungan agama tanpa Tuhan seperti Gilmour tanpa Pink Floyd? Kupikir itu tak mudah untuk dipisahkan.


Mendengar Time

Bandung-Yogyakarta, empat teman dan satu saudaraku bergelut dalam kenangan erupsi Merapi tahun 2010. Semula mendengar, rasanya tiba-tiba terperangkap dalam kegetiran sebab kematian oleh musibah. Mengerikan! Mati karena benda-benda di dunia lebih mengerikan daripada mati karena sakit.

Sialnya ketakutan akan suasana kematian terbawa hingga perjalanan pulang. Pohon-pohon yang tinggi dan lebat menutupi pandangan cahaya pemandangan sekitarku. Gelap; selamat datang dalam goa kematian. Jalan itu seperti gerbang penghakiman; mengutuk memori dosa masa lalu. Ketakutan membias.

Seorang teman memainkan lagu dalam walkman miliknya. Kututup mataku, ada baiknya melunturkan keresahan malam ini dengan nada. Lagu; suara lambat denting waktu. Semoga lelap menghampiri, menarik nafas panjang. Detak jantung, kurasa lagunya melow. Tunggu! Ini detak jantungku, juga. Bukan, hanya bagian dari lagu. Suara pompa jantungku menggema sampai ke lagu? Kenapa sama? Lagu apa ini!

Dia mengagetkanku dengan gebukan drum yang tiba-tiba, menghantam pompa jantungku! Memulai membuka suara dalam liriknya yang seperti mengolok-olok waktu dan kehidupanmu. Aku merasa. Dia melanjutkan, katanya dalam chours,

“….. bosan berbaring di bawah sinar matahari tinggal di rumah untuk menonton hujan, Kau masih muda dan hidup panjang dan ada waktu untuk membunuh hari ini. Dan suatu hari Kau menemukan sepuluh tahun telah di belakangmu, Tidak ada yang memberi tahu kapan harus berlari, Kau melewatkan memulai pistol…”.

Seketika itu aku membuka mata, ada suatu perasaan cengeng mengetuk rasa. Bahkan dalam interlude yang cukup panjang, tanpa kata melodinya seperti tangisan bocah memaksa mengiris tangan penahan pintu hati yang cengeng. Ironisnya, bocah yang terbayang adalah diriku.

Ia melanjutkan seperti menceramahiku, katanya, “kita terus berlari dan berlari mengejar matahari tetapi tenggelam (sebuah kesia-siaan). Dan kita semakin tua, matahari teap bersinar sedangkan nafasmu semakin pendek satu hari lebih dekat dengan kematian” (Time; Pink Floyd 1973).

Lagu ini justru membuatku semakin terperosok masuk dalam goa. Kursi kosong di sampingku terasa membagi dinginnya di bagian belakang mobil. Semua orang di depanku terasa jauh. Sekarang kematian rasanya begitu mudah menjemput. Aku takut untuk mati! Pengemudi bisa saja kemasukan roh kematian, menabrak pohon atau sebuah bebatuan berguling kencang menghantam mobil.

Takut menjadi tua! Menahan sakit, menunggu ajal. Dan kemudian sendiri dalam kegelapan bawah tanah, terkunci, sempit dan membusuk menjadi tulang-belulang. Dan ke mana roh akan pergi setelah mengingat sepuluh tahun di belakang hanya melakukan sebuah kesia-siaan. 

Mendengar Hey You

Bagian baru.

Lagu terus bernyanyi membuka lorong baru dalam pekatnya perjalanan malam, berbicara kepadaku, “hei kau! Di luar sana di udara dingin,” menghentak kaca jendela! Suaranya terdengar dari luar pintu.

Dia menunjuk ke dalam, di kegelapan hutan, memperingatkanku, “getting lonely, getting old! Can you feel me?” Aku merasakan tubuhku ini seperti tersedot masuk ke dalam sofa kursi mobil. Aku tak bisa melerai! Instrumental membuka portal untuk masuk ke dalam. Seketika terhempas jatuh, terlepas dari kecepatan mobil yang semakin menjauh di depanku.

Dan aku sendirian berdiri di tengah jalan yang gelap dikelilingi hutan. Hanya samar lorong terlihat di ujungnya kegelapan. Aku semakin takut. Di sini sangat dingin.

Hei kau! Berdiri di gang, Dengan kaki gatal dan senyuman pudar. Can you feel me?” Dia memanggilku!

Aku mencari letak suara. Tapi tak kutemukan. Penglihatanku terbatas dan sekeliling terlihat sama. Melarikan diri rasanya sia-sia. Cahaya lampu mobil sudah lama hilang di ujung kegelapan lorong. Dan seketika sebuah dimensi lain terbuka, memperlihatkan banyaknya pekerja kasar mendorong batu raksasa ke puncak, seseorang menunjukkan dirinya memegang rantai yang terhubung mengikat leher pekerja.

Dia mengisyaratkanku untuk menolong pekerja, “Hei kau! Maukah kau membantuku untuk membawa batu itu? Buka hatimu, aku pulang!” Aku seperti terhisap di dalamnya. Jalan keluar ada di sana. Ada cahaya, tetapi mereka akan menutupnya. Aku segera masuk.

Namun seketika terbangun dan hanya menempel pada aspal jalan. Tapi suaranya masih kudengar, dia tertawa senang. Ada suara seperti di awal, berkata seperti memainkan bait dalam lagu,

Tapi itu hanya fantasi. Dindingnya terlalu tinggi seperti yang kau lihat. Tidak peduli bagaimana dia mencoba, dia tidak bisa membebaskan diri. Dan cacing itu memakan otaknya. Selalu melakukan apa yang diperintahkan” (Hey You; Pink Floyd 1979).

Ini semakin gila. Perangkap macam apa ini? Yang ada hanyalah kesia-siaan. Sialnya, lagu adalah ilusi waktu yang membawa fantasi ini untuk membuktikan keadaan sebenarnya. Bahkan jika aku terbangun, apakah semuanya punya perasaan yang sama? 

Mengapa Harus David Gilmour?

Bagian sebelumnya memang tidak demikian menjadi sosok sendiri untuk seorang David Jon Gilmour atau yang dikenal dengan nama David Gilmour. Namun dengan sedikit catatan di awal tadi merupakan perkenalanku dengan Pink Floyd tahun 2012. Kemudian lagu mereka (Pink Floyd) dan solo Gilmour menjadi pertanyaan terbesar dalam kenyataan dunia ini. Walaupun letak kesalahanku pada pembicaraan mengenai pencipta lagu lebih didominasi oleh Rogers Waters (pemimpin band), atau orang akan memberi saran untuk menulis Syd Barret atau Rogers Waters, tapi kurasa Gilmour bukanlah seorang yang bisa kau kesampingkan.

Dia juga seorang jenius yang turut membawa Pink Floyd dan lagu mereka menjadi legenda musik. Bahkan yang kuyakini, ketika orang-orang bertanya mengenai band berlogo simbol prisma segitiga dan pelangi yang membiaskan cahaya, mungkin tujuh puluh lima atau delapan puluh persen mereka akan membayangkan seorang Gilmour (apakah itu wajahnya atau melodinya yang ikonik) selain gilanya membayangkan mereka kemabukan LSD.

Hal yang lain mungkin bahwa orang akan bertanya mengapa aku tak membagikan lagu ciptaan David Gilmour yang keseluruhannya diciptakan oleh dirinya sendiri. Lebih masuk akal karena membahas dinya sendiri. Tapi biar kuperjelas, bagaimana kita menjelaskan hubungan agama tanpa Tuhan seperti Gilmour tanpa Pink Floyd? Kupikir itu tak mudah untuk dipisahkan. Dan garis besar tentang tulisan ini, mengapa kemudian Gilmour menjadi guru spiritualitas dalam hidup?

David Gilmour pernah mengaku bahwa dirinya seorang ateis. Mengapa kemudian aku memilih sebagai guru spiritualitas? Aku memahami spiritualitas tidaklah harus ada hubungan dengan pencipta. Walaupun pada dasarnya, spiritualitas membawa kita pada ajaran sang pencipta. Apa kau mengerti maksudku?

Seluruh lagu yang dinyanyikan oleh Gilmouradalah cermin dari seluruh tingkah-laku dunia; aku, kau, dan dia. Jadi, spiritualitas yang ku maksud adalah relasi antara sesama manusia. David Gilmour dan Pink Floyd bisa dikatakan seniman filsafat yang memberikan makna pada lirik mereka yang filosofis.

Di dalam lirik-lirik mereka, pembelajaran penting bahwa eksistensi hidup manusia harus didasari pada humanis. Tapi begitu misterius, pada bagian lirik lagu “Hey You” yang banyak mengangkat mengenai absurdisme atau kesia-siaan dalam hidup. Tapi sekali lagi, Pink Floyd bukan mengajak pendengar untuk menjadi individualis, mereka mencoba memberikan cermin untuk melihat tentang diri kita sendiri dan dunia. David Gilmour dan Pink Floyd merupakan seniman sejati. Itulah alasan memilih David Gilmour. 

Hal menarik lainnya, Gilmour adalah seorang filantropis. Mengutip dari Wikipedia, Gilmour pernah menjual rumahnya di Little Venice, London, dan menyumbang sejumlah £3,6 juta (AS$5,9 juta) untuk proyek pembangunan rumah tunawisma dan penderita sakit mental. Lembaga-lembaga yang pernah dibantu Gilmour di antaranya: European Union Mental Health and Illness Association, Greenpeace, Amnesti Internasional, The Lung Foundation, Terapi Musik Nordoff-Robbins, Crisis, dan PETA.

Berkat jasa-jasa di bidang sosial dan penghargaan bagi karier musiknya, Gilmour menerima anugerah CBE (Commander of the Order of the British Empire) pada bulan November 2003. Fakta lainnya mengenai David Gilmour tentang politik, bahwa dia dan kawan-kawannya (Pink Floyd) anti-Israel. Mereka mengutuk penyerangan Israel terhadap orang-orang Palestina.

Selamat ulang tahun, Gilmour!

 

Editor: Arlingga Hari Nugroho  

1 comment
  1. Yang saya ketahui selama ini, yang mabuk karena LSD, hanya Syd Barret, gitaris sebelum Gilmour, dan Richard Wright sedikit, saat pengerjaan album The Wall, di mana dia tdk sepenuhnya berpartisipasi. Menurut penuturan Ginger (ex wife Gilmour), Pink Floyd bukanlah band liar seperti band-band lainnya pada masa itu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts