Surat Tuhan; Kumpulan Puisi Edwin Anugerah Pradana
SURAT TUHAN
Tuhan menyelipkan
surat-surat bening
pada garis pantai.
“Dan terlambatlah.”
Surat itu
tak datang
sesaat sebelum
Dunkerque melarung
kapal-kapal perang.
2020
ANTE MERIDIEM
Di awal, detik menggurat
garis yang makin malam
makin habis.
Gadis biru melepaskan
diri pada lukisan dan
sayup-sayup hantu.
Semula kepala itu
mengumpulkan riung di
masa lampau amsal
dan kini ujung hari
telah memasukkan
kita pada awal.
2020
IL LUPA
Tiang itu tak lagi tegak
menuju langit para nujum.
Pada serigala aku
menuntun semua komune
yang segera kubangan harum.
I
Di Alba Longa, air terjun
dan matahari surut
drastis pada waktu
yang kian jadi apak.
Tak disangka lagi ibu
itu menyemayamkan
duka pada sungai. Pada
Vesta Rhea Silvia.
Ia coba menelusuri
keadilan. Kesucian saat
digauli oleh Mars.
“Pada kebohongan
dan aku tetap percaya
pada kemustahilan.”
Amulius, ia mengira
bunga Roma itu
menuturkan dongeng.
Dan Italia, bagian tengah
berusaha menemukan
jurang-jurang dalam.
“Ia tetap mempercayai kemustahilan!”
Tak lagi ada sanak
atau bau pengakuan
kecuali, hari itu:
Ibu itu, Vesta Rhia Silvia
membuang dua bayi kembar.
Ibu itu memasrahkan semuanya
pada sungai.
“Keduanya bukan Musa.”
II
Pada sungai Tiber
dihanyutkannya kehidupan.
Pada alirnya, pelayan itu
memohon:
“Semoga kehidupan masih
baik. Dan seluruh doa dua
bayi laki-laki. Semoga, Tiberinus!”
III
Bau amis darah saat
lapar. Semakin kuat bau
pencarian. Seperti serigala,
menyusur Tiber, seperti
serigala mengasuh
dua bayi itu.
IV
Dinding batu Lupercalia
adalah sekat silu, batas bayang
dalam daun tanpa sorot
bulan. Batu-batu gelap
adalah arah yang diketahui
dua bayi kembar. Keduanya
menjajaki asa dari susu
serigala betina.
V
Daun susut, ternak
bersarang di atas tanah
tanah. Dan mereka, Romus
Romulus adalah penggembala
di antara rerumputan tanpa
tajam panah. Kecuali Hari
pembalasan,
dan mereka tiba
di kerajaan lindap.
VI
Sedikit penculikan. Saudara
tak lagi menatap ke arah satu.
Tujuh bukit kian datar,
“Palatine yang terbang di atas
Lupercal atau Aventine?”
Pada ketidaksetujuan, dongeng
itu berakhir. Desau pepohonan riuh.
Daun membenci dahan,
akar menuruni pitam-pitam
salur menjauh, menuju amarah.
Remus Romulus mengarah pecah.
2020
Ilustrasi: Roni Driyastoto