Aku Tidak Datang Dari Masa Depan: Kumpulan Puisi Rifqi Septian Dewantara

Kumpulan puisi ini: Aku Tidak Datang Dari Masa DepanPulang Adalah Memesan Waktu, dan Virus (Disease) ditulis oleh Rifqi Septian Dewantara. Pegiat asal Balikpapan yang kini aktif berkarya di Halmahera, Maluku Utara.


Aku Tidak Datang Dari Masa Depan

Hanya itu yang aku punya; kematian. Ia sedang menunggu lewat tombol-tombol digital Tuhan. Seperti genggam aku di sini, menekan doa ke dimensi lain

Dari bahasa pemrograman – sebuah tubuh mengodifikasi kenangan masa lalu. Hanya itu yang aku tunggu, hidup. Aku tidak datang dari masa depan, tetapi aku simpan hidupku kembali

Dari arsip biopik – aku menonton diriku mengulang-ulang, aku memutar lahir dan kematian bersama-sama.. 

2023

Pulang Adalah Memesan Waktu

Ya, pulang adalah memesan waktu. Aku menunggu di seberang jalan 

ya, lampu taman itu, adalah keredupan cahaya insan selepas malam 

Di sini aku memesan pulang dari kaki-kaki langit

tangga-tangga itu terdengar purba di telapak surga 

Ya, aku melihat hijau tanpa aura warna lain

hijau yang tenang tak terjamah di wajahku 

aku menambal keresahan di wajah orang utan

Ya, di sini aku menemukan kebahagiaan yang tak lain kebebasan 

Ya, bersenang-senang ya. keharmonian meminjam kata-kata melayang di ketinggian. Jatuh ia tidak jatuh. Kata-kata seperti kiasan dari rentang angan-angan 

Ya, aku pulang. Aku memesan waktu di keheningan. Di situ, ya.

2023

Virus (Disease)

“Wabah sedang bermain petak umpet dalam bahasa manusia” – namun, apakah aku sedang hidup? lima detik dari sana; telah menjadi permainan di bahu kirimu, aku tak mengenal insang di tubuh laut, udara yang kau hirup membayar 1.450 limbah residu karbit. Putih; putih yang tak mengenal hitam membayar hormat dikeraguanmu. Namun apakah aku sedang hidup? tidak, sepuluh detik dari sini; kandang babi membuat rumahnya sendiri

Kita tidak benar-benar mencintai imajinasi kawanku. Aku tidak mati oleh wabah; bersin di mulutku menjadi kejahatan di manusia lain
“Pakai maskermu! jaga jarak dan cuci tangan!” tetapi apakah aku benar-benar mati kawan? tidak, tidak ada kematian. Kaki dan tangan kita sudah menjadi makan siang di kandang babi.

2023


Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Rifqi Septian Dewantara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Mempertanyakan Esensi Kehidupan: Ulasan Album 'Life is But a Dream…' Avenged Sevenfold

Next Article

EP 'Frihet' Hardik: Pesan Kebebasan Atas Kondisi yang Carut Marut