Menelusuri Dimensi Hardcore di Channel Hate5six

Bagi penikmat musik hardcore, channel Hate5six milik seorang filmographer, programmer serta pengarsip musik bernama Sunny Singh, adalah gudang emas bagi komunitas hardcore.


Mulai dari era oldschool hingga newschool, komunitas hardcore lahir dan berkembang ketika adanya rasa muak anti pemerintah serta tipu daya konservatif. Kedua hal tersebut bercampur menjadi satu dengan semangat do it yourself yang berpadu dengan letupan amarah anak muda. Sikap penggemar komunitas hardcore yang cenderung suka berteriak dan agresif ini seolah mereka ingin menyuarakan semangat sekaligus amarah dalam sebuah alunan musik bergenre “Hardcore”. 

Hardcore juga bukan serta merta aliran musik biasa seperti yang banyak disebut anak muda zaman sekarang. Hardcore itu sendiri bisa diartikan sebagai sebuah perasaan yang kuat, emosi, dan sensitivitas, disertai dengan tingkah laku hidup yang peduli akan lingkungan dan peduli akan diri sendiri. Lirik-lirik dalam musik hardcore tidak selalu bermuatan politik, tetapi mencakup aspek lainnya, mulai dari keadaan lingkungan, kebebasan berpendapat, kekerasan, pengasingan diri dari sosial, perang, bullying dan banyak membahas movement serta gaya hidup sub-kultur hardcore itu sendiri. “Straight Edge” adalah salah satu gaya hidup agar tidak merusak diri sendiri dengan cara tidak mengonsumsi narkoba, alkohol, rokok, dan juga tidak melakukan seks bebas.

Tidak seperti komunitas musik yang lain, komunitas musik hardcore cukup sulit untuk ditemukan. Musik ini punya komunitasnya sendiri, sehingga kerap ‘meraung’ di sudut-sudut kota dan di ruang-ruang underground. Di channel musik hardcore milik seorang filmographer, programmer serta pengarsip musik bernama Sunny Singh, kalian akan menemukan banyak dimensi hardcore dengan bebas dan gratis. Channel bernama “Hate5six” ini ibarat seperti gudang emas bagi komunitas hardcore.

Sebab jika kalian mencari live performance suatu band, sebut saja Queensway, Code Orange, Turnstile, Gorilla Biscuits, Power Trip, Have Heart, Jesus Piece, kalian akan menemukannya di channel ini. Bahkan Zack de La Rocha yang dulunya seorang pemain bas dan belum menjadi vokalis kondang Rage Against The Machine, bisa ditemukan di channel ini. Hate5six bagaikan pengarsipan video live performance musik keras yang masif. Ini semua bermula dari ketertarikan Sunny Singh mengenai dunia hardcore saat ia remaja, kemudian berlanjut dengan mendatangi panggung-panggung hardcore di sekitar tempat tinggalnya kemudian mendokumentasikannya. 

Melalui situs Hate5six.com miliknya, Sunny Singh menuliskan alasan dia mendokumentasikan karyanya. Misinya adalah untuk berbagi cerita kepada orang-orang yang tidak berkesempatan mengalami momen pertunjukan, baik secara fisik maupun temporal atau untuk mereka yang tidak memiliki konsep tentang musik hardcore;

”This project stands for the redistribution of high-quality live music videos in as much of an anti-capitalist framework as realistically allowable. At its crux, music is the communication of ideas through rhythm and sound. The introduction of money into the equation invariably obscures that connection. In an era when the turnover rate in the community is staggeringly high, this site serves as a vehicle for preservation and posterity. Institutional memory is key in any setting, and hardcore is no exception. A band’s live performance tells a story about a particular moment in time relative to a particular audience. The intention here is to share that story with people who could not be there to experience it, both physically and temporally, or with those who have no conception of what hardcore is.”

Hardcore fucking live, mungkin begitulah channel ini bisa saya maknai dan saya garis bawahi. Kalian akan diperlihatkan bagaimana musik hardcore itu begitu keras, memiliki tempo yang cepat, juga tarian-tarian kesurupan yang penuh ekspresi. Seakan suara-suara alat musik di panggung itu terus bersaing untuk memperoleh volume yang kuat dan keras, begitu nyaring serta kebisingan tanpa kompromi.

Kalian juga akan melihat bagaimana vokalis musik hardcore berteriak, menjerit atau bernyanyi dengan iringan musik, vokal dan nada yang kasar. Kita juga bisa melihat sang vokalis berteriak, kemudian diikuti koordinator penonton yang turut menyanyikan lagu, tampak seperti memberikan komando kepada massa.

Ciri khas dalam musik hardcore yang bisa kalian temui adalah tarian penuh ekspresinya yaitu tarian pogo/slamdance atau sering disebut ‘moshing’. Tarian ini ditunjukkan dengan adanya peserta yang saling mendorong atau membanting satu sama lain. Tarian gerakan ‘moshing’ juga beragam, mulai dari Slam dancing, yaitu gerakan dengan mengayuhkan tangan dan kaki secara kuat mengikuti alunan musik. Circle Pit, gerakan membentuk lingkaran kemudian berlari mengintari lingkaran sambil berteriak. Post Moshing, atau gerakan mendorong sesama penonton yang berada dalam lingkaran.

Setelah itu, biasanya akan berlanjut ke Wall of Death, yaitu sebuah adegan di mana kerumunan penonton atau massa terbelah menjadi dua kubu kemudian bersatu kembali sehingga terlihat seperti bentrokan. Semua itu dapat kalian temukan di Hate5six.

Kadang kala moshing dijadikan sebagai wahana untuk melampiaskan kemarahan dengan cara “menggambarkan bagaimana perilaku kekerasan”. Moshing juga dianggap sebagai parodi kekerasan yang membuat pesertanya terluka, memar, dan terkadang berdarah. Peristiwa ini sering terjadi karena kecelakaan, kalaupun terjadi secara disengaja, sepertinya ini sudah menyimpang dari hardcore itu sendiri. Jangan heran kalau di Hate5six kalian akan menemukan banyak adegan ini. Sebab begitulah gambaran secara langsung keadaan hardcore di arena panggung.

Mungkin ini terlihat seperti menyakiti diri sendiri dan melukai orang lain, tak sedikit orang yang melihat tarian moshing akan takut karena keagresifannya. Namun di Hardcore sendiri, moshing menjadi hal yang wajib ada dalam setiap konsernya. Bagi penggemarnya, moshing merupakan cara mereka untuk menikmati musik. Ibaratnya, dengan moshing energi yang dimunculkan band-band hardcore mampu diterima oleh para penggemar sehingga menghasilkan arena moshing atau Mosh Pit.

Belum lagi saat personil band dan beberapa orang akan naik ke panggung kemudian melompatkan tubuhnya dengan gaya bebas ke arah penonton. Hal ini biasa disebut Stage Diving, karena orang yang melakukannya seolah-olah sedang berenang dari satu penonton ke penonton lainnya (Crowd Surfing). Kedua gaya tersebut menghadirkan nuansa tersendiri ketika menikmati konser hardcore. 

Pesan-pesan sosiopolitik dalam lirik-lirik musik hardcore serta perilaku di atas panggung itu menunjukkan bahwa genre hardcore ini mendapatkan popularitas arus utama dan menjadi ciri khas komunitas hardcore. Dalam urusan berpakaian kehidupan dan sub-kultur mereka juga begitu khas, santai dan nyaman untuk dipakai sehari-hari. Kalian akan menemukan bagaimana style hardcore itu begitu simpel. Mereka yang menyukai musik hardcore biasanya akan mengenakan jaket hoodie, kaos oblong, celana jeans, celana pendek, sepatu kets, dan sepatu pantofel.

Pemandangan ini bisa dikatakan natural, jauh dari kata dipercantik serta berlaku untuk semua gender. Menurut saya, alasannya adalah mereka ingin menikmati setiap musik hardcore itu dengan nikmat dan menari dengan bebas, selain itu juga untuk melepas emosi mereka terhadap sistem hipokrit atau kemunafikan yang ada di lingkungan sekitar, maupun kacaunya kehidupan setelah bersekolah, bekerja, dan berkeluarga. 

Hardcore juga merupakan bentuk ekspresi dari sebuah pilihan pola hidup bagi penggemarnya. Di dalamnya terdapat pemikiran yang lebih baik yakni sebagai pengontrolan diri untuk tidak merusak diri sendiri dari pengonsumsian obat-obatan, alkohol, dan seks bebas. Hate5six telah membagikan cerita bahwa kehidupan hardcore begitu kompleks, bukan hanya sekadar panggung hiburan semata.

Di balik teriakan dan tarian moshingnya yang kadang membuat penggemarnya takut bahkan merinding, terdapat nilai-nilai kehidupan yang mereka rawat dan mereka suarakan. Nuansa musik hardcore akan terus bersandingan dengan kehidupan penggemarnya. Sebab suara-suara musik hardcore ibarat sebuah amukan dan amarah terhadap sistem kehidupan yang tidak beres, terlebih untuk diri sendiri, keluarga, teman, juga lingkungkan sekitar.

 

Editor: Dion Raharditya Krisna
Foto:  Marcus Maddox/thefader.com

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts