Senandung Bonsai; Kumpulan Puisi Sixtus Mahardika

Kumpulan lagu bonsai saat tertiup angin ditulis oleh Sixtus Angga Pratama Mahardika. Mahasiswa yang sedang belajar ilmu bimbingan dan konseling. Saat ini, sedang belajar menulis. Tapi, dia juga sangat suka dunia flora dan sedikit mendalami fauna yang enak-enak yaitu percupangan dan permanukan.


Pohonku, nafasku. Itulah ucapan pengagungmu dan pembelamu. Aku bukanlah seperti kaum itu, mengagungkan pohon dengan membelanya. Tak pernah disadari, tiap-tiap pohon itu dapat berbicara satu sama lain. Pembicaraan yang hangat seperti layaknya kita manusia. Kecongkakan, iri hati, dengki, dan nafsu berkuasa.

Serut; Sosok Tua itu Streblus Asper

Kau tak akan mengenalku, pohon yang tak kau temukan di indahnya belakang rumahmu.
Aku terbentuk atas jutaan tekanan yang diberikan semesta. Dipatahkan, dibakar, dicabut, bahkan dibuang di pinggir jurang.
Aku terbentuk karena batu karang, tempat kumelekatkan akar serabutku saat akarku tak tahu harus mencengkram apa. Celah sempit batu karang dampit memberiku ruang untuk hidup. Hidup mencari humus. Akar serabutku perlu itu. Saat dibuang, siapa peduli memberi humus? Hanya batu karang itu. Dia tidak memberi, dia tidak menawaeri, tapi aku yang menemukannya.
Saat kau dibakar, dipatahkan, dicabut dari dataran kenyamanan, dan kemudian dibuang di pinggir jurang. Siapa bisa bertahan? Siapa bisa yakin bertahan? Kau harus mencari humus untuk menghidupi akar, dahan, ranting yang tak melambai tak tau arah. Hanya konstelasi yang menggerakan akar, dahan, dan rantingku.
Kau tak akan mengenalku, pohon yang tak kau temukan di indahnya belakang rumahmu.
Aku terbentuk atas jutaan tekanan yang diberikan semesta. Dipatahkan, dibakar, dicabut, bahkan dibuang di pinggir jurang.
Hingga detik ini kalian membaca mendengar sendandungku, kalian tak tahu siapa aku ini? Kalian tak tahu pohon apa aku ini?
Aku hanya jatuh berguna pada tangan pencipta ke dua. Dialah yang menyempurnakan. Konstelasi menciptakanku apa adanya, tapi tangan itu tidak mau aku hidup apa adanya. Bekas patahan yang kering ditiupnya menjadi memori indah, bakaran pada tubuhku dimaknainya menjadi arti terdalam, akarku yang diampit dua batu karang dijadikannya menjadi unsur yang tak boleh luput oleh umur.
Kau tak akan mengenalku, pohon yang tak kau temukan di indahnya belakang rumahmu.
Aku terbentuk atas jutaan tekanan yang diberikan semesta. Dipatahkan, dibakar, dicabut, bahkan dibuang di pinggir jurang.

 

Beringin; di dalam Naungan Empu Ficus

Semua orang mengenalku angker, seram, mistik, penuh pengunggu roh-roh yang tak tahu kebenarannya.
Tak kau tahu bahwa aku memiliki akar dan badan yang besar dan dalam dan daripadaku kau akan temukan air yang dapat menunaikan ibadah pelepasan dahaga.
Dalam ribaanku, kau temukan kedamaian, kerindangan, dan ketengan jiwa. Jiwamu tak akan gusar, pikiranmu akan bercabang dan dapat memberikan kerindangan atas pengetahuan yang kau dapatkan. Dan yang paling penting, aku bukan pohon mistik. Hanya mereka yang takut yang tak berani duduk bermenung di rindangnya dahanku.
Semua orang mengenalku angker, seram, mistik, penuh pengunggu roh-roh yang tak tahu kebenarannya.
Tak kau tahu bahwa aku memiliki akar dan badan yang besar dan dalam dan daripadaku kau akan temukan air yang dapat menunaikan ibadah pelepasan dahaga.
Aku pohon tak pernah mati. Akarku menancap sampai dalam bumi. Mencari air. Menyimpannya untuk melepas dahaga di masa kering. Tak ada satupun yang dapat membunuhku, membusukkan akarku, bahkan kau bakar aku, aku tidak mati. Kau tebangi aku, aku makin bahagia, aku makin terangsang untuk menumbuhkan dahan dan ranting yang baru. Semakin tua aku, semakin kau sulit melepaskanku dari bumi.
Nasibku baik, kalau jatuh di tangan orang baik. Dia akan membuatku menjadi kerdil, namun tetap nampak kokoh dan elok. Dia akan membuatku dengan menatah, membakar, melilitkan kawat keras itu di dahan-dahanku. Dan aku yakin, aku menjadi berharga, berupa, tak terkira berapannya.
Semua orang mengenalku angker, seram, mistik, penuh pengunggu roh-roh yang tak tahu kebenarannya.
Tak kau tahu bahwa aku memiliki akar dan badan yang besar dan dalam dan daripadaku kau akan temukan air yang dapat menunaikan ibadah pelepasan dahaga.

 

Bougenville; Si Muda yang Cedal itu Bernama Bougainvillea

Bunga indah ini adalah miliku. Hanya milikku saja. Tidak kedua atau ketiga. Tak ada yang sanggup menyerrrupai kemolekan bungaku. Lebah dan serrrangga busuk sangat menimati keindahanku dan aku terrrima.
Akulah penghias pagarrr rrrumah. Rrrumah yang katanya mevvah. Warrrna-warrrni bungaku telah dihapal banyak kalangan dan tak satu rrrumah mevvah yang tidak memberrriku tempat untuk meletakkan akarrr kakiku. Akarrr kakiku tidak layak di tempat humus busuk dan berupa buruk.
Kau perrrnah temukan rrrumah mevvah tanpa wujud bungaku? Arrrgh, tidak akan itu, tidak akan perrrnah. Kau akan selalu temuiku di rrrumah mevvah pinggirrr jalan kota itu. Desa, arrrgh tak akan kau temui aku. Bunga desa kalah moleknya dengan kuncupku.
Bunga indah ini adalah miliku. Hanya milikku saja. Tidak kedua atau ketiga. Tak ada yang sanggup menyerrrupai kemolekan bungaku. Lebah dan serrrangga busuk sangat menimati keindahanku dan aku terrrima.
Akulah penghias pagarrr rrrumah. Rrrumah yang katanya mevvah. Warrrna-warrrni bungaku telah dihapal banyak kalangan dan tak satu rrrumah mevvah yang tidak memberrriku tempat untuk meletakkan akarrr kakiku. Akarrr kakiku tidak layak di tempat humus busuk dan berupa buruk.
Tak layak aku kau sanding-sandingkan dengan pohon-pohon lain. Arrrgh, tapi-tapi. Nasibku sama seperti Si Tua itu Streblus Asper dan Empu Ficus. Aku akan jatuh di tangan manusia yang berharrrga sehingga dia mengharrrgai kemolekanku. Arrrgh, tak sabarrr aku ditemukan dia yang akan memolekkan batang-batangku lagi.
Bunga indah ini adalah miliku. Hanya milikku saja. Tidak kedua atau ketiga. Tak ada yang sanggup menyerrrupai kemolekan bungaku. Lebah dan serrrangga busuk sangat menimati keindahanku dan aku terrrima.
Akulah penghias pagarrr rrrumah. Rrrumah yang katanya mevvah. Warrrna-warrrni bungaku telah dihapal banyak kalangan dan tak satu rrrumah mevvah yang tidak memberrriku tempat untuk meletakkan akarrr kakiku. Akarrr kakiku tidak layak di tempat humus busuk dan berupa buruk.

 

Sansiviera; Asparagaceae, Sebuah Keluarga dari gurun

Hidup kami penuh dengan perjuangan. Saat matahari mulai merekah, kami sudah harus siap dengan panas yang membakar tubuh. Saat malam menutup hari kami, tubuh ini harus terhempas dingin yang tak terkendali.
Katanya, kami dibawa Portugis berkelana. Kami mengembara tak tau arah ke mana. Kami dirawat berbagai macam orang. Kami seperti dipengasingan. Ada orang yang memberi kami rumah untuk menaruh serabut rapuh, namun ada pula yang membiarkan serabut rapuh ini di mana-mana, dan kami tetap bersyukur bisa hidup.
Kami tidak mau berkata banyak. Kami hanya menemani di meja, tempat kaum muda bergejolak dengan nasib antara mati atau hidup, antara bahagia atau sedih, antara lanjut atau sudah, antara dia atau Dia. Tapi aku setia, tidak merepotkan.
Hidup kami penuh dengan perjuangan. Saat matahari mulai merekah, kami sudah harus siap dengan panas yang membakar tubuh. Saat malam menutup hari kami, tubuh ini harus terhempas dingin yang tak terkendali.
Katanya, kami dibawa Portugis berkelana. Kami mengembara tak tau arah ke mana. Kami dirawat berbagai macam orang. Kami seperti dipengasingan. Ada orang yang memberi kami rumah untuk menaruh serabut rapuh, namun ada pula yang membiarkan serabut rapuh ini di mana-mana, dan kami tetap bersyukur bisa hidup.
Kau tak beri kami air, kami hidup. Kau tak beri kami nutrisi, kami tetap bergizi. Kau tak beri kami harapan hidup, di situlah kami menunjukkan hidup liar seperti di habitat kami.
Hidup kami penuh dengan perjuangan. Saat matahari mulai merekah, kami sudah harus siap dengan panas yang membakar tubuh. Saat malam menutup hari kami, tubuh ini harus terhempas dingin yang tak terkendali.
Katanya, kami dibawa Portugis berkelana. Kami mengembara tak tau arah ke mana. Kami dirawat berbagai macam orang. Kami seperti dipengasingan. Ada orang yang memberi kami rumah untuk menaruh serabut rapuh, namun ada pula yang membiarkan serabut rapuh ini di mana-mana, dan kami tetap bersyukur bisa hidup.  

 

Sawit; Tetangga Elaeis itu Sansiviera

HAHAHA buat apa kalian hidup, kalau ada aku. Aku tanaman yang paling-paling ter-ter istimewa.
UANG ADALAH HIDUP. KAU TAK BISA MEMBERIKAN HIDUPMU UNTUK SIAPA KALAU UANGMU TAK BISA MEMBERIKAN PERLAWANAN.
UANG PENYEMAIKU ADALAH SENJATA. SENJATA PALING MANJUR DARI PADA API, KAPAK, BAHKAN GOLOK TERBAIK SEKALIPUN.
SIAPA MELAWAN AKU, POHON SAWIT. KAU AKAN KULAWAN DENGAN UANG HAHAHAHA

 

Editor: Agustinus Rangga Respati

Foto: Roy De Forest

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts