Tri Aman, Pustakawan Indie dari Krapyak

Tri Aman Pustakawan Indie

Kalau ingin mencari Compact Disc (CD) band indie di Yogyakarta, toko musik Luwes bisa menjadi referensinya. Toko yang juga merupakan tempat tinggal dari Tri Aman (40) itu berdinding kayu dan terkesan seperti gudang, namun siapa sangka di dalamnya menyimpan beragam koleksi CD. Bahkan ada juga piringan hitam dan kaset pita yang sudah jarang ditemukan di toko musik konvensional.

Tri Aman sempat menjelaskan band-band indie yang baru mengeluarkan album. Salah satunya, band Mocca dengan album Lima yang keluar di pasaran sekitar awal tahun 2018. Tri Aman juga menunjukkan CD band-band lain yang stok CD-nya masih ada di toko selama bertahun-tahun seperti NAIF, Peterpan, dan Dewa 19. Biarpun toko musik itu dikhususkan untuk band indie, ia juga menjual beberapa CD band yang terkenal sesuai seleranya dan tidak asal menjual CD band dari mayor label.

Lelaki yang mengenakan kaos hitam bertuliskan Synchronize Fest itu menjelaskan kalau indie adalah musik yang independen karena band-band tersebut tidak tergantung pada label besar, seperti contoh label besar Sony Musik Entertainment atau Nagaswara. Berawal dari hobi mengumpulkan kaset pita dan piringan hitam, ia akhirnya membulatkan tekad untuk menjual CD band tersebut. Itu dilakukan sambil membantu temannya yang berjualan di Jogja National Museum (JNM). Namun karena habis kontraknya, akhirnya dagangannya dipindah ke daerah Krapyak karena dinilai lebih enak berjualan di rumah sendiri.

Baca juga: Irama Nusantara, Menyelamatkan Rilisan Musik Populer Indonesia

Lelaki bersuara parau itu juga mengatakan alasan ia menjual CD band indie karena antusiasme Tri Aman terhadap musik indie yang memiliki ciri khas tersendiri dan tidak diatur oleh perusahaan-perusahaan rekaman. Meskipun demikian, persebaran CD band indie tidak seluas band-band lain. Pun menurut penilaiannya, perusahaan rekaman konvensional saat ini sedang bangkrut.  

Lalu pria yang mulai menggeluti penjualan CD sejak tahun 2012 tersebut mengatakan, musik indie saat ini sedang berkembang dan banyak digemari kalangan remaja. Tri Aman kian yakin untuk menggeluti usaha jual CD band indie. Ia berterima kasih juga pada kalangan remaja yang membuatnya tertarik kepada musik indie, secara tak langsung menambah refrensi lagu dan informasi mengenai band atau CD indie tersebut. 

Tri Aman juga memberi saran, bagi pendengar yang menemukan album pertama dari band indie baru dan sesuai dengan selera masing-masing, lebih baik langsung dibeli. Tri Aman mengatakan, album pertama biasanya akan dicari para kolektor atau pendengar musik indie lain ketika band sudah terkenal, sebagai contoh yaitu album White Shoes & The Couples Company (2005) dan album  Efek Rumah Kaca (2007). Uniknya, judul album pertama mereka sama dengan nama band-nya.

Tri Aman mengatakan, banyak kolektor yang memburu CD pertama dari kedua band tersebut. Harga yang ditawarkan pun tidak main-main, sekitar Rp200 ribu sampai Rp500 ribu rupiah per keping. Tri Aman juga menyebut kalau koneksi kepada pelaku seninya juga jauh lebih mudah dan lebih dekat.

Baca juga: Majalah dan Jurnalisme Musik, Fan yang Tercerahkan

Banyak suka duka dari berjualan CD ini. Ia mengatakan akan sedih jika CD yang ia jual itu lama, atau bahkan tidak laku. Mengingat bahwa toko musik Luwes ini berada di bawah naungan perusahaan rekaman indie asal Jakarta bernama Demajors, Tri Aman harus mencari cara untuk segera membuat laku CD tetapi tidak juga mengejar target. Tri Aman akan merasa senang ketika ada band yang penjualan CD-nya laku keras. Rasanya seperti ada kepuasan tersendiri dari lelaki yang memiliki kumis tipis tersebut.

Tri Aman juga berharap kepada pelaku musik agar lebih kreatif dalam menciptakan suatu karya. Bagi penikmat musik, Tri Aman menegaskan sekurang-kurangnya kita menghargai usaha pelaku musik dalam berkarya dengan cara membeli CD-nya, tidak hanya download gratis dari internet. Baginya, banyak anak muda zaman sekarang mengaku menghargai karya seni, tetapi sering juga mencari yang gratis lewat internet.

 

Editor: Agustinus Rangga Respasti
Foto: Bramantyo Yamasatryo Kumoro

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts