‘Join the Lads!’: Manifestasi Kelas Pekerja dalam Subkultur Skinhead

Keseluruhan lagu dalam album ‘Join the Lads!’ The GLAD, tak lepas dari etos kerja keras dan spirit kebersamaan yang selalu digadang-gadang dalam kultur skinhead.

Semringah sesekali muncul pada raut wajah Hazthelad (vokal), Skinheadbob (gitar), IvOi! (gitar), Gonskin (bass), dan Eric Cofitalan (drum) saat mendengar lantunan musik yang diputar operator pada sesi dengar di The Ratan akhir November 2023 lalu. Anggukan kecil di beberapa bagian lagu sekaligus memantapkan gestur tubuh yang telah duduk di atas panggung di hadapan para pendengar musik Yogyakarta. Dengan dandanan lengkap, seperti sepatu boots, celana jeans panjang, kemeja bergaris, suspender, dan kepala plontos, punggawa grup musik skinhead veteran The GLAD, merilis mini album bertajuk “Join the Lads!”.

Bersama DUGTRAX Records, rilisan extend play (EP) digital ini mulai beredar sejak tanggal 3 November 2023 dengan menyuguhkan 4 lagu di antaranya Anthem, Joni Pelo, For You, dan Salam Harapan. Dengan durasi keseluruhan 11 menit 42 detik, nuansa musik oi punk yang singkat dan tanpa basa-basi hadir di setiap lagunya. Lagu-lagu tersebut ditulis dengan lirik yang simpel (kecuali lagu Salam Harapan) dan sialnya selalu menemukan cara untuk dapat dinyanyikan bersama-sama dengan sing a long penuh penghayatan.

Hari itu, tak hanya memuaskan telinga para pendengar musik dengan sesi dengar album, The GLAD  juga melangsungkan diskusi, pemutaran film pendek berjudul “21 Tahun: Hikayat Band Asal Trotoar Sayidan” karya Edwin Roseno, dan pertunjukan musik oleh Yogyakarta Young Soul, Weekenders Service Crew, juga Hipertensi.

Desain sampul oleh Wok The Rock

Mengungkap Identitas dan Semangat Kelas Pekerja

“Hidup susah adalah nama tengah kita, keringat dan air mata adalah sahabat
Semua di sini, bekerja atau tidak // Mari kita sepakat, mengakhiri kemiskinan”

Apa yang terlintas pertama kali dalam benak ketika mendengar kata ‘skinhead’? Istilah ‘skinhead’ sendiri awalnya merujuk pada subkultur yang muncul di lingkungan kelas pekerja di London pada tahun 1960-an. Seiring waktu, subkultur ini mengalami evolusi dan turunan bentuk lainnya yang sering kali beririsan dengan budaya tertentu seperti musik, olahraga atau sepak bola, vespa atau kendaraan tertentu, dan sebagainya.

Penting untuk dicatat bahwa di berbagai belahan dunia, selalu ada individu dan kelompok skinhead yang tampil dengan karakteristik berbeda-beda. Namun, tetap saja ada beberapa identitas atau karakteristik umum yang agaknya cukup sering melekat dalam statement keseharian, seperti semangat kelas pekerja, sikap solidaritas, budaya DIY (do it yourself), dan gairah dalam sepak bola maupun musik.

Seorang seniman bernama DJ Don Letts pernah merekam bagaimana akar dari subkultur skinhead berkembang sejak akhir tahun 1960-an di kota Inggris. Benturan budaya, anak muda kelas pekerja, dan persilangan musik antara ska dan punk yang terus berputar setidaknya selama lima dekade terakhir diceritakan dalam film dokumenter “The Story of Skinhead”. Dari dalam negeri, beberapa dokumenter amatiran pernah mendokumentasikan geliat musik underground; salah satu ruang yang membesarkan scene skinhead. Misalnya komunitas Rekam Skena yang turut mengabadikan seperti apa sejarah skinhead di Yogyakarta dalam dokumenter berjudul “enjOi! Cerita Tentang Skinhead Jogja” karya Galih Eko Kurniawan.

The Glad muncul di awal berkembangnya subkultur skinhead di kota Yogyakarta pada akhir tahun 1990-an. Sebuah era di mana musik underground menemukan keberadaannya untuk hadir dari satu tongkrongan menuju tongkrongan lainnya, dari satu komunitas (gigs) bertemu komunitas lainnya. Terhitung selama dua dekade, The GLAD bahkan terus mencoba bertahan untuk tetap relevan dan menyuarakan realitas yang terjadi di sekitar mereka di setiap karyanya.

Seperti pada penggalan lirik di paragraf sebelumnya, lagu pertama dalam album “Join the Lads” berjudul Anthem dengan jelas ingin membentangkan pandangan mereka tentang bagaimana scene atau komunitas skinhead di sekitar mereka. Ada seruan untuk memposisikan diri bagi siapaun yang berada di segala penjuru arah mata angin untuk berkumpul, bertemu, dan bertukar keluh kesah tentang apa saja.

The GLAD ditemani Niko Bajang “Untitled Joy” dalam sesi dengar album di The Ratan, Minggu 26 November 2023 (dok. Ardane Rossi Mayor)

Dalam konteks ini, The GLAD bahkan dengan terang-terangan menegaskan bahwa ada satu semangat yang ingin dibagikan kepada setiap orang untuk mengakhiri kemiskinan. Sebab, lagi-lagi, subkultur ini masih terus bersinggungan dengan etos kelas pekerja. Sesuai dengan judulnya, Anthem, lagu ini menjelma menjadi lagu “kebangsaan” bagi para kaum skinhead, setidaknya mereka yang mendengarkan lagu-lagu The GLAD. 

Mempertahankan karakter kelompok dengan konsistensi membicarakan persoalan yang terjadi di sekitar barangkali jadi persoalan yang susah-susah-gampang. Setidaknya juga dapat dijumpai pada tiga single sebelumnya: Anti Nganggur, Pesta Pora, dan Yes, You!.

Dari The GLAD, siapapun dapat melihat bagaimana budaya skinhead berkerumun di jalanan, di gang-gang temaram, di sudut pasar, di stadion bola, pada roman percintaan, atau bersemayam pada kedua tangan yang sedang memegang wajan penggorengan. Jika begitu, maka bernyanyi rasanya tak perlu menjauh dari realita kehidupan. 

“Bisnis service serabutan untuk bertahan // Beli minuman juga berdandan
Jangan pernah kau sakiti hatinya // Sepatu boots mampir di mukamu!”

Pada lagu kedua diisi dengan tembang berjudul Joni Pelo. Ada imajinasi atas kejenakaan yang dibagikan The GLAD ketika menuliskan sosok Joni Pelo menjadi sebuah lagu. Sederhana dan tak heroik, kesan yang kemudian melekat pada sosok skinhead asal Kotagede itu.

DImulai dengan riff gitar tiga chord, lagu ini menyerempet sedikit tempo ala musik country yang lebih santai dengan notasi yang terdengar cukup sederhana. Membayangkan bagaimana lagu ini di kemudian hari dinyanyikan hanya dengan gitar bolong di lingkarang-lingkaran tongkrongan, tanpa embel-embel distorsi atau perkusi yang berlebih, rasanya sudah cukup. Lagu Joni Pelo bisa jadi lagu yang mudah disenandungkan sebab bagian reffrain yang catchy untuk sekadar melontarkan kalimat, “Joni Pelo, ke pasar naik Piaggio”.

Disusul lagu ketiga berjudul For You, lagu ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan lagu pertama yang menceritakan rasa solidaritas di antara para skinhead. Rasa kekeluargaan yang tinggi dapat menghubungkan seseorang dengan yang lainnya untuk saling menumbuhkan rasa persaudaraan.

“For my family let’s sing a song and back again // Have a good time and havin’ fun”

Jika sudah berkumpul, maka yang tak boleh dilewatkan adalah menghabiskan banyak waktu bersama untuk bersenang-senang. Saya teringat sebuah kalimat yang pernah saya tuliskan dalam ulasan “The Glad: Single “Anti Nganggur” dan Etos Kerja Keras untuk Bersenang-senang” di tahun 2021 semasa pandemi. Kurang lebih begini, “… sikap menolak tunduk pada keadaan terpuruk sejatinya hanyalah pelarian atas kerinduan untuk bersenang-senang”. Nampaknya cukup tercerminkan kembali pada lagu For You. 

“Always hand in hand (side by side for my family) // Never looking back (move forward, to keep this dignity)
And remember, we will never surrender // Till the end of our time”

Keseluruhan lagu dalam album ini tak lepas dari etos kerja keras dan spirit kebersamaan yang selalu digadang-gadang dalam kultur skinhead. Setidaknya, pandangan tentang kultur jalanan, kaum miskin kota, jagoan kampung, brotherhood, dan harapan tentang perayaan di masa depan masih jadi kata kunci yang ingin diceritakan oleh The GLAD di album “Join the Lads!”.

Perayaan album “Join the Lads!” (dok. Ardane Rossi Mayor)

Menyapa Sejarah dengan Salam Harapan

Sebelum menutup album, grup musik yang identik dengan slogan “Oi! tiga kali sehari “ ini memberikan suatu kemewahan. Quintet skinhead ini dengan yakin menyanyikan ulang lagu Salam Harapan karya Paduan Suara Dialita! Sedikit informasi, Dialita (Di Atas Lima Puluh Tahun) merupakan paduan suara yang sebagian anggotanya merupakan keluarga penyintas tragedi 65/66.

Lagu Salam Harapan ditulis dari dalam penjara Bukit Duri oleh Murtiningrum. Menurut wawancara Kantor Berita Radio, lagu yang ditulis di sela kerja paksa di penjara Bukit Duri itu, kemudian disusun notasinya oleh Zubaidah. Dalam sejarahnya, Salam Harapan jadi salah satu lagu wajib yang dinyanyikan tiap kali ada tahanan berulang tahun dari balik jeruji besi.

Terlepas dari catatan sejarah, bukankah menjadi nilai lebih ketika grup musik skinhead asal Yogyakarta ini menyanyikan ulang dan melampirkan lagu Salam Harapan ke dalam kekaryaan album “Join the Lads!”? 

“Bersama terbitnya matahari pagi // Mekar merah, mekarlah melati
Salam harapan, padamu kawan // Semoga kau tetap sehat sentosa”

Ikatan persaudaraan, rasa menghargai satu sama lain, pantang menyerah, dan harapan masa depan yang lebih cerah mempertemukan The GLAD dengan salah satu lagu milik Dialita. Beruntungnya, konteks ini dijembatani dengan mudah jika mengaitkannya dengan semangat persaudaraan yang tumbuh di budaya skinhead.

Barangkali wacana tentang sejarah– apalagi sejarah berdarah seperti Tragedi ‘65, tak pernah menjadi obrolan utama di dalam tongkrongan skinhead. Sekalipun pernah menjadi obrolan, bersikap atas apa yang diyakini belum tentu dengan gamblang nampak di permukaan, sebab trauma akan sejarah telah meredam banyak hal dalam kehidupan kita masing-masing.

Dari hal tersebut, nilai plus dapat disematkan untuk The GLAD yang perlahan keluar dan berani menentukan sikap keberpihakan, meskipun dengan cara yang populer seperti musik. 

Kombinasi budaya skinhead pada ketiga lagu yang dituliskan The GLAD dan tambahan sepotong kisah dari lagu Dialita di album “Join the Lads” barangkali mampu membuat para pendengar untuk menyelami lebih dalam seperti apa suatu kelompok tertentu bertahan dan terus membicarakan apa yang terjadi di dalamnya.

Serupa membayangkan para buruh yang terbakar semangatnya mendengarkan lagu yang related dengan keadaannya. Atau mengharapkan pendengar The GLAD untuk mengulik sedikit siapa Dialita dan sejarah yang mengekor di belakangnya. Semuanya, sudah include dalam satu set album “Join the Lads!”.

Setidaknya, The GLAD berhasil membuat saya untuk terus merawat semangat bekerja, bersenang-senang, dan harapan akan kabar baik dari teman-teman di luar sana agar tetap sehat sentosa.


Foto sampul: Ardane Rossi Mayor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Mencintai Kamar Mandi Tak Pernah Ada Habisnya: Kumpulan Puisi Widad Hafiyan Ustman

Next Article

Analisis Puisi dengan AI, Ditelanjangi Makhluk Tak Berwujud